9. Setelah Presiden Pulang, Kami Tetap Sesak Napas
Tahukah kira-kira rakyat Indonesia, kalau hujan sesaat bukan berarti akan menghilangkan titik api selamanya. Karena mayoritas lahan yang terbakar, adalah lahan gambut dengan tingkat kedalaman 5 hingga 15 meter. Api disiram dari atas, sesaat memang padam, tapi sumber api sesungguhnya justru ada di kedalaman lahan gambut itu. Api itu tidak menyala, tapi membara! Tetap membara!
Dan air yang disiram sesaat, hanya akan menambah asap kian pekat. Saat Bapak Presiden dan rombongan pulang nanti ke Jakarta, kami masih akan termengap-mengap karena asap. Kira-kira masyarakat Indonesia, percaya gak ya dengan penjelasan sederhana saya? Maklumlah Pak, saya bukan siapa-siapa. Hanya rakyat biasa.
Saya khawatir Pak, nanti rakyat Indonesia mengatakan saya dan jutaan rakyat Riau tidak tahu terimakasih, tidak pandai bersyukur. Dikasi hujan dicurigai, tak dikasi hujan pemerintah dicaci maki. Duh, maafkan saya Pak. Maafkan, karena kami rakyat Riau tidak bermaksud begitu.
Maklumlah Pak, ini bencana sudah 17 tahun. Wajar toh kalau kami sudah bosan dikibuli, dikasi janji-janji bakal tak ada asap lagi. Bapak akhir tahun lalu saja berkata, bahwa mengatasi bencana asap itu mudah saja dan September 2015 ditargetkan semua asap lenyap. Tapi buktinya, malah di bulan yang bapak janjikan itu,bencana asap menjadi yang paling terparah sepanjang sejarah. Terpaksa deh kami gigit dua jari!
Jadi wajar toh Pak, kalau yang kami inginkan bukan lagi bom air atau hujan buatan. Kasihan Pak, jika pajak yang dibayarkan rakyat Indonesia, hanya habis untuk bencana yang disengaja. Karena BNPB mengatakan bahwa 99,9 persen lahan kebakaran, bukan karena terbakar tapi DIBAKAR. Rasanya sungguh tidak adil Pak, jika akibat ulah sekelompok orang, dosanya harus dicicil seluruh rakyat negeri ini. Titik api luar biasa, asap dimana-mana, penjahatnya mana?