Bisnis.com, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT) meminta pemerintah memasukkan tugas pokok dan fungsinya ke dalam Undang-Undang No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Komisaris Jenderal Polisi Saud Usman Nasution, Kepala BNPT, mengatakan UU No. 15/2003 belum mengatur mengenai penanggulangan dan pencegahan tindak pidana terorisme. Hal itu membuat lembaganya kesulitan dalam mensinergikan seluruh kementerian dan lembaga, untuk menyelesaikan persoalan terorisme.
“Kami akan upayakan agar ada revisi UU No. 15/2003, sehingga semua tupoksi BNPT bisa masuk ke dalam UU, dan nantinya dapat melaksanakan itu secara bersama-sama,” katanya di Kantor Presiden, Senin (21/9/2015).
Saud menuturkan pemerintah harus mengeluarkan aturan tegas terhadap warga negara Indonesia yang bergabung dengan kelompok radikal. Dengan begitu, pihaknya bersama institusi penegak hukum dapat mencegah penyebaran paham radikalisme dengan memproses seluruh pihak yang bergabung dengan organisasi radikal.
Menurutnya, masih bebasnya setiap warga negara Indonesia untuk bergabung dengan organisasi radikal menjadi salah satu penyebab meluasnya paham radikalisme yang berujung pada aksi teroris.
Dia juga menyebutkan akan mempercepat penggunaan lembaga pemasyarakatan (Lapas) khusus untuk terpidana terorisme di Sentul, Jawa Barat. Lapas tersebut nantinya akan diisi oleh terpidana kasus teroris yang sudah kooperatif, agar tidak lagi dipengaruhi oleh narapidana kasus teroris lainnya.
Keberadaan Lapas khusus tersebut juga diharapkan dapat mengurangi kepadatan di Lapas yang ada saat ini. “Narapidana yang sudah kooperatif akan kami pisahkan ke dalam Lapas itu, agar tidak terpengaruh lagi, sehingga bisa kami pantau aktivitasnya,” ujarnya.
BNPT, lanjut Saud, nantinya akan menjadi leading sector dari setiap kegiatan penanggulangan terorisme. BNPT juga akan menyediakan pusat data dan analisis penanggulangan terorisme, yang dapat digunakan Presiden sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan.