Bisnis.com, JAKARTA—PT Kasih Industri Indonesia (KII), salah satu perusahaan pemasok batu bara yang menjadi mitra PT PLN, sedang menghadapi permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dari salah satu krediturnya.
Adalah PT Humpuss Trading dan PT Humpuss Patra Gas yang mengajukan permohonan tersebut ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 4 September 2015. Kedua perusahaan itu merupakan mitra kerja KII dalam menjalankan kontrak kerja samanya dengan PT PLN.
Kuasa hukum pemohon Ignatius Supriyadi mengatakan KII memiliki utang pokok dengan nilai total sekitar Rp144 miliar kepada dua perusahaan itu. “Utang pokoknya saja Rp81 miliar kepada Humpuss Trading dan Rp63 miliar ke Humpuss Patra, keduanya punya kontrak kerja sama yang berbeda,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (21/9/2015).
Utang tersebut, lanjut Supriyadi, merupakan utang dagang yang tidak kunjung dibayar sejak 2012. Dalam memasok batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN, pembelian ke perusahaan tambang tidak dilakukan secara langsung oleh KII. Humpuss Trading dan Humpuss Patra Gas merupakan perantara antra PT Gaya Bambu Sejahtera yang menjadi penambang, dengan KII.
Eka Wahyu Kasih merupakan penjamin peorangan dari kerja sama tersebut. Dalam permohonan ini, namanya juga ikut terseret menjadi termohon.
Supriyadi menjelaskan, kerja sama itu terjalin sejak tahun 2006 dengan Humpuss Trading dan 2009 dengan Humpuss Patra Gas. Menurutnya, awalnya pembayaran berjalan lancar. Barulah pada akhir 2010 hingga 2011 pembayaran dari KII kepada para pemohon mulai macet.
“Kalau kami tagih, bayarnya cuma Rp500 juta sebulan. Terkadang juga cuma Rp3 miliar setahun. Sampai sekarang ya gitu-gitu aja, bayarnya enggak jelas,” katanya. Selain kepada dua pemohon, Supriyadi menduga bahwa termohon juga memiliki utang kepada sejumlah perusahaan perbankan seperti PT BNI Syariah dan Bank DKI.
Sejak 2011 itu, tidak ada lagi jual beli antara termohon dengan para pemohon. Supriyadi mengatakan KII masih memasok batu bara kepada PLN karena kontrak kerja samanya dengan PLN baru berakhir pada 2024.
Sampai saat ini, perkara nomor 62/PKPU/2015/PN JKT.PST itu telah memasuki agenda pembuktian. Persidangan akan dilanjutkan pada hari ini (22/9) dengan agenda saksi pada pagi hari dan kesimpulan pada sore harinya.
Pemadatan agenda sidang tersebut dilakukan mengingat proses persidangan sudah memakan waktu 17 hari. Seperti diketahui, waktu untuk perkara PKPU hanyalah 20 hari sejak didaftarkan. Jika dihitung sejak tanggal perdaftaran, maka putusan harus sudah dibacakan pada 23 atau 25 September nanti.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum termohon Asfifuddin enggan memberikan komentar. “Saya tidak ingat,” ujarnya sembari berlalu pergi.