Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha sedang meneliti tiga dugaan penyebab kartel perdagangan garam di Indonesia.
Ketua Komisioner KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan aksi kartel diduga terjadi pada perdagangan garam impor karena tingginya margin harga yang diperoleh penjual.
Harga jual garam impor kepada distributor relatif murah dengan kisaran Rp500 per Kilogram (Kg). Sementara itu, distributor menjual garam di Indonesia mencapai Rp1.500 per kg, atau diperkirakan memperoleh margin hingga dua kali lipat dari harga asli.
"Kalau importnya 2014 sekitar 2,25 juta ton dikalikam Rp1.000 saja kan sudah Rp2,25 triliun. Angkanya besar sekali,"sebutnya, Senin (14/9/2015).
Selain itu, sambungnya, kartel mungkin terjadi karena petani garam yang sangat bergantung pada sekelompok pembeli yang berjumlah sedikit sehingga mereka bisa leluasa menentukan harga di level petani.
"Harga yang rendah itu mungkin saja karena ada kartelnya. Ini yang kami belum tahu benar atau tidak, sedang diteliti," tuturnya.
Tak hanya itu, kartel garam bahkan bisa terjadi secara tergabung antara penjual garam impor dan garam lokal.
Terkait perkembangan hasil penelitian, Syarkawi mengaku sudah bertemu dan berdiskusi dengan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti serta Menteri Perindustrian Saleh Husin terkait dugaan awal terjadinya kartel tersebut. Sayangnya, belum ada laporan lanjutan mengenai dugaan itu.
Sebelumnya, Susi Pudjiastuti sempat mempertanyakan soal garam impor industri yang cukup tinggi masuk Indonesia saat panen garam lokal sehingga merusak harga garam lokal.
Izin impor garam yang sudah diterbitkan Kementerian Perdagangan ke importir sudah setara 75% dari kebutuhan impor garam industri tahun lalu. Tercatat Januari hingga 30 Juni 2015 telah diterbitkan izin impor garam sebanyak 1,506 juta ton.