Bisnis.com, AMBON—Sekitar 1.500 orang memadati Auditorium Universitas Pattimura, Ambon, Senin (24/8/2015), untuk menyaksikan film dokumenter “Kabaressi”.
Pemutaran film itu dirangkaikan dengan pengumuman lomba menulis esai dengan tema “Poros Maritim Berbasis Jalur Rempah”.
Acara itu dihadiri Rektor Universitas Pattimura Thomas Pentury, para pembantu rektor, para dekan dari Universitas Pattimura, Universitas Darusalam (Unidar), dan Universitas Kristen Maluku (UKIM), Kepala LIPI, serta Kepala Balai Kajian Sejarah Maluku.
Selain itu, hadirin terdiri dari guru, mahasiswa, dosen, lembaga swadaya masyarakat (LSM), peneliti, wartawan, serta aktivis pemuda.
Pendiri Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina mengatakan lomba esai itu merupakan respons terhadap hasil diskusi di Universitas Pattimura pada Desember 2014.
Lomba itu sendiri digelar bersama Universitas Pattimura, Unidar, IAIN Ambon, dan LIPI Ambon.
“Anak muda Maluku harus sejak dini menyadari kalau Maluku merupakan pusaran jalur rempah dunia pada masa silam,” tuturnya.
Menurut Engelina, Maluku merupakan wilayah penting di dunia pada masa silam, bukan sekadar isapan jempol belaka. Hasil konfirmasi dari dokumen sejarah terlihat betapa pentingnya Maluku bagi perekonomian dunia.
Sebagai contoh, peta pertama di dunia dibuat Al-Idrissy untuk kepentingan mencari wilayah penghasil rempah-rempah, yang tidak lain adalah Maluku.
Selain itu, pendirian bank pertama di Eropa juga sangat erat kaitannya dengan perdagangan rempah-rempah.
Bahkan, VOC yang terkenal karena perdagangannya, dibentuk untuk mengontrol perdagangan rempah yang bersumber dari tanah Maluku, di samping iklan pertama di Indonesia yang kala itu bernama Hindia Belanda, dibuat oleh JP Coen, yang juga berisi tentang rempah-rempah Maluku.
Untaian pulau-pulau nusantara saat ini, katanya, tidak lepas dari jejak pencarian rempah oleh bangsa asing di Maluku. Orang asing dari berbagai negara ini berusaha mencari Maluku dan rempahnya, sehingga terbentuklah jalur yang dikenal sebagai jalur rempah (spice routes).
Sumber Daya Alam
Jalur ini kemudian merangkaikan sejumlah kota-kota penting di Indonesia, dan kota-kota yang menjadi titik persinggahan rempah, berubah wajah menjadi kota besar dan maju.
Ironisnya, Maluku masih tercatat sebagai provinsi termiskin ke-4 di Indonesia, di tengah melimpahnya kekayaan laut dan sumber minyak dan gas.
“Tidak semestinya pemilik 25 blok yang kaya akan migas ini menjadi miskin,” tegas Engelina.
Dia menegaskan semua pihak terutama pemegang otoritas harus memastikan kekayaan migas di Maluku membawa perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat Maluku.
“Kami harus tegaskan, Maluku merupakan provinsi kelautan yang kaya akan ikan, sehingga pemerintah harus dikoreksi, jika ingin menjadikan Maluku sebagai lumbung beras,” katanya.
Sementara itu, Rektor Universitas Pattimura Thomas Pentury mengapresiasi berbagai kegiatan ARSO, yang berusaha untuk mengangkat tentang ke-Malukuan.
“Secara pribadi, saya merinding melihat sumber daya alam yang melimpah, tapi dalam perkembangannya kondisi Maluku sangat memprihatinkan, termasuk sektor pendidikan,” ujarnya.
Dia berharap lomba penulisan esai serta film “Kabaressi” dan pencarian tentang Maluku dapat menjadi kekuatan baru bagi guru dan siswa untuk berjuang mengembalikan kejayaan Maluku.