Kabar24.com, JAKARTA -- Untuk meningkatkan kesiap siagaan bencana alam, perlu diajarkan kepada siswa sekolah cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan UNESCO pada tahun 2006, tingkat kesiapsiagaan bencana di dalam sekolah lebih rendah dibanding masyarakat serta aparat.
"Dari temuan itu, dapat dibaca bahwa sekolah merupakan ruang publik dengan tingkat kerentanan tinggi. Pengalaman gempa bumi Sumatra Barat menunjukkan batapa besarnya dampak kerusakan sekolah khususnya ruang kelas. Akibatnya proses kegiatan belajar mengajar secara normal pun terhenti," ujar koordinator penelitian LIPI, Irina Rafliana dalam Workshop dan Expose Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS)” di Hotel Millenium, Jakarta, Senin (24/8/2015).
Hampir sebagian besar wilayah Indonesia, sarana dan prasarana sekolah yang ada sangatlah rentan terhadap bencana.
Pengupayaan kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana merupakan perwujudan dari Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB).
"Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana memerlukan respons yang efektif di semua tingkatan masyarakat.
Selain itu dalam konteks pendidikan pengurangan risiko bencana juga untuk mengurangi jumlah korban, terutama anak usia sekolah," paparnya.
Berdasarkan kerangka kerja Aksi Hyogo 200-2015 terdapat tiga prioritas pengupayaan kesiapsiagaan bencana, yaitu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
"Jadi tidak hanya terpaku pada unsur kesiapsiagaan saja, melainkan juga meliputi upaya-upaya mengembangkan pengetahuan secara inovatif untuk mencapai pembudayaan keselamatan, keamanan dan ketahanan bagi seluruh warga sekolah," pungkasnya.