Kabar24.com, JAKARTA —Sejumlah menteri yang dicopot Presiden Joko Widodo saat perombakan kabinet kerja pada Rabu (12/8) dinilai kurang mampu mengimplementasikan program pemerintah, Nawa Cita.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan seluruh menteri harus sejalan dengan program Presiden. Menurutnya, menteri merupakan pembantu Presiden yang harus merepresentasikan program dari pemimpinnya.
“Para menteri tidak boleh mempunyai dan menjalankan program sendiri. Apalagi tidak sejalan dengan Nawa Cita,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (13/8/2015).
Dengan demikian, paparnya, Presiden bisa melakukan penggantian menteri kapan saja jika menteri tersebut dinilai sudah tidak sejalan lagi. “Secara terus menerus, Presiden melakukan evaluasi. Setiap hari secara bergilir beliau memanggil menteri, dan memberikan pengarahan.”
Kalau tidak sesuai, tegas Tjahjo, ada sanksinya. “Presiden mempunyai kewenangan penuh mengganti menterinya. Setiap saat. Jadi, saya pun siap untuk diganti jika dianggap sudah tidak sesuai dengan program pemerintah.”
Sanksi tersebut juga berlaku untuk kepala daerah dengan program yang tidak sejalan dengan pemerintah pusat. “Selain menepati janji saat kampanye, para gubernur, bupati, dan wali kota juga harus merealisasikan program kerja Presiden.”
Menurutnya, sanksi-sanksi tersebut diberikan oleh Presiden atas penilaian dan pertimbangan yang matang. “Presiden itu ahli marketing. Selain itu dia juga pernah menjabat sebagai wali kota dan gubernur. Jadi dia tahu semua.”
Kendati demikian, Tjahjo enggan mendetilkan pernyataan tersebut untuk dicopot seperti mantan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, mantan Menkopohukam Tedjo Edhy Prudijatno, mantan Menko Kemaritiman Indroyono Susilo, mantan Menko Perekonomian Sofyan Djalil, dan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Andrinof Chaniago.
“Mereka semua adalah teman saya. Saya tidak berhak menilai mereka, karena saya juga menteri yang setara dengan mereka. Yang jelas, Presiden mencermati semua gelagat, perkembangan politik, serta masukan semua pihak,” ujar Tjahjo.
Tjahjo juga enggan menanggapi masuknya mantan Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung ke dalam Kabinet Kerja menggantikan putra politisi senior Theo Syafei, Andi Widjajanto. “Masuknya Pram itu murni pertimbangan Presiden,” tegasnya.
Jadi, paparnya, jangan dianggap masuknya Pram itu bertujuan untuk memuluskan koordinasi Presiden dengan PDIP yang selama ini dinilai sempat terkendala.
“Komunikasi tidak ada masalah. Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu sudah kayak kakak dan adik,” tutur Tjahjo.