Bisnis.com, JAKARTA-- Setahap demi setahap langkah penyelesaian konflik Partai Golkar mulai terlihat, meski isu paling sensitif soal siapa yang akan menjadi orang nomor satu di tubuh partai itu masih menunggu perkembangan selanjutnya.
Dari serangkaian pertemuan yang dilakukan Partai Golkar kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono dan Abrurizal Bakrie (Ical) dari kubu Munas Bali dengan Wapres Jusuf Kalla (JK), jalan terang mulai terlihat meski masih berliku.
Pertemuan tertutup tersebut berujung pada kesepakatan mekanisme layanan satu pintu atas pencalonan kepala daerah dari partai berlambang pohon beringin tersebut. Mekanisme satu pintu artinya kedua kubu sepakat membentuk sebuah tim kerja untuk menjaring bakal calon kepala daerah yang akan bertanding di pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.
Artinya, Partai Golkar dipastikan bisa mengajukan bakal calon kepala daerah dalam kontestasi politik tingkat daerah yang proses pendaftarannya di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dimulai 26 Juli mendatang. Nama-nama calon kepala daerah yang lolos seleksi dijamin bisa mengikuti pilkada serentak terlepas kubu mana yang akhirnya diakui oleh KPU atau undang-undang.
Harus diakui, sampai tahap ini semua kader partai di tingkat pusat maupun daerah bisa bernapas lega, berkat serangkaian pertemuan yang dimediasi oleh JK, mantan Ketua Umum Partai Golkar, itu. Ancaman degradasi partai itu dari pentas politik bisa dihindari berkat pertemuan secara maraton tersebut, terlepas dari persoalan teknis di tingkat lapangan nantinya.
SK Hasil Islah
Namun, angin segar yang bertiup dari hasil pertemuan segi tiga itu tampaknya belum membuat para kader partai bisa berpuas diri. Masih ada faktor eksternal yang akan menjadi ganjalan yang datang dari KPU.
Sesuai aturan, KPU hanya menerima surat keputusan terbaru hasil islah kedua kubu, sehingga diperoleh kepastian apakah Agung atau Ical yang akan menahkodai partai berlambang pohon beringin tersebut.
Dengan demikian, islah bukanlah sekadar berdamai atau membentuk satu tim kerja gabungan menghadapi pilkada serentak. Lebih dari itu, dua kepengurusan partai yang bersengketa, dan telah menyepakati layanan satu pintu harus melahirkan satu kepengurusan baru.
Kepengurusan baru itulah yang selanjutnya didaftarkan kembali ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendapatkan surat keputusan (SK) Menkumham. Hal itu sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015.
Pertanyaan sekarang adalah: "Apakah kedua pihak bisa legowo dan menyepakati kepengurusan baru, mengingat kedua kubu saling mengklaim sebagai pemilik sah dari partai yang pernah berjaya di zaman Orde Baru itu? Kita tunggu episode berikutnya.