Bisnis.com, JAKARTA — Suara Fahri Hamzah, Ketua Implementasi Reformasi DPR, terdengar bangga saat mengumumkan peresmian program pembangunan tujuh infrastruktur penunjang Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (21/5/2015).
Sebagai tahap awal, alun alun DPR akan menjadi sarana dan prasarana pertama yang akan dibangun.
“Taman Rusa, lapangan futsal dan halaman parkir akan disulap menjadi Alun-alun DPR yang mampu menambah ruang terbuka di Jakarta, ” kata Fahri didampingi pimpinan DPR Setya Novanto, Fadli Zon, Taufik Kurniawan, dan Agus Hermanto.
Dalam peresmian, hadir pula Sekjen DPR Winantuningtyastiti dan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roem Kono.
Agar lebih cantik, ruang terbuka itu akan diintegrasikan dengan danau buatan di sekitarnya. Tepatnya, Alun-alun itu akan dibangun pada luasan 20 hekatre di sebelah kiri halaman kompleks.
Alun-alun itu, jelasnya, juga bisa dipakai untuk mewadahi aksi publik a.l. saat menggelar demonstrasi.
“Jadi kalau mengadakan aksi demonstrasi, tidak perlu lagi memblokade jalan tol, cukup menggunakan fasilitas Alun-alun sebagai ajang demo,” kata Fahri yang juga menjabat Wakil Ketua DPR.
Selain Alun-alun, DPR juga berencana membangun museum dan perpustakaan, menyediakan akses untuk tamu dan publik, membangun visitor center, membangun pusat kajian, serta menambah ruangan anggota DPR dan tenaga ahli.
Sesuai rencana, ujar Fahri, pengembangan Kompleks Gedung Parlemen di kawasan Senayan, dengan menggunakan anggaran APBN multiyears sejak 2016 itu akan menjadi kawasan terpadu dan terintegrasi.
Dengan tersedianya lokasi aksi demonstrasi yang berdekatan dengan wakil rakyat, Fahri berjanji menemui para demonstran. “Kami akan bikin piket untuk menemui para demonstran. Tentu dengan komisi yang bersangkutan.”
Meski demikian, Lucius Karus, peneliti politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), menanggapi pembangunan Alun-alun dan enam infrastruktur penunjang itu dengan nada minor.
“Aneh-aneh saja kerja Ketua dan Tim Implementasi Reformasi DPR itu. Rekomendasi untuk penguatan lembaga semuanya dalam bentuk proyek pembangunan,” katanya.
Dari hasrat tersebut, nampak motivasi tim itu dipenuhi oleh bangunan dan proyek menyusul tidak ada kaitan yang jelas antara pembangunan prasarana dan fasilitas gedung dengan penguatan lembaga.
Padahal, menurutnya, kekuatan utama anggota dewan biasanya muncul dari pembangunan pribadi yang militan.
Selain itu, dalam hal pembangunan megaproyek itu, Lucius meminta kepada masyarakat luas dan media untuk ikut terus mengawal DPR agar memprioritaskan transparansi anggaran pembangunan.
“Megaproyek itu pasti membutuhkan dana yang sangat besar. Nah, kita seharusnya ikut mengawal pelaksanaannya mulai dari sekarang,” ujar Lucius.
Terkait besaran pendanaan, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani memastikan belum ada anggaran untuk pembangunan itu, baik untuk Alun-alun dan gedung lainnya.
“Semua biaya pembangunan gedung masih dihitung oleh tim kerja dari pemerintah yang akan berkoordinasi dengan Setjen,” katanya.
Terlepas dari risiko penyelewengan penggunaan anggaran, menarik jika kita bersama-sama mengingat janji DPR untuk menemui para demonstran.
Minimal untuk mewadahi dasar pemikiran Presiden Amerika Serikat S ke-16 Abraham Lincoln tentang prinsip demokrasi yang harus diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.