Bisnis.com, JAKARTA—Wakil Presiden menilai tidak etis jika Kepolisian Republik Indonesia mengungkap daftar nama pejabat yang diduga tersangkut kasus prostitusi daring.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, pengungkapan daftar nama penyewa jasa prostitusi daring (dalam jaringan/online) yang masih berstatus dugaan hanya akan mencemarkan nama baik orang tersebut.
“Saya kira tidak etis [polisi ungkap daftar nama pejabat]. Tidak boleh dong, masa pengakuan orang disebarkan. Itu mencemarkan nama baik orang. Kalau memang tertangkap basah yah terpaksalah,”ujarnya, Selasa(12/5/2015).
Menurut dia, semua orang bisa saja masuk dalam daftar terduga pengguna jasa prostitusi. Hal yang harus ditekankan adalah pembuktian yang kuat. Jika ternyata dugaan salah, bukan saja tidak etis tetapi bisa melanggar hukum karena tanpa bukti sehingga mencemarkan nama baik seseorang.
“Bukan saja tidak etis untuk dibuka [daftar nama], tapi bisa melanggar hukum karena tak ada buktinya kan,”tegasnya.
Kalla juga mengaku tak yakin jika pejabat negara yang memiliki gaji seadanya bisa membayar jasa prostitusi hingga Rp100 juta atau lebih.
“Gaji pejabat negara kan kecil masa bisa bayar Rp100 juta,”katanya.
Beberapa waktu lalu, Polres Jakarta Selatan menangkap tersangka pelaku prostitusi online di sebuah hotel mewah. RA bertindak sebagai mucikari, sedangkan AA sebagai tersewa.
Dalam penangkapan tersebut, diduga ada pejabat yang menjadi penyewa AA. Namun saat dikonfirmasi, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Wahyu Hadiningrat enggan menjawab detail hal tersebut. Dia hanya menegaskan pihak penyewa tentu dari kalangan orang berduit, pasalnya tarif penyewaan jasa prostitusi bisa mencapai Rp80 juta hingga Rp200 juta.