Kabar24.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan segera mengajukan upaya hukum selanjutnya setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusannya terkait perkara bancassurance.
Staf divisi eksekusi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Leo Krissandy Theo mengaku kecewa karena majelis hakim tidak melihat beberapa bukti yang telah diajukan dalam pertimbangan putusan.
“Kami akan berdiskusi dulu terkait upaya hukum selanjutnya, tetapi setelah mendapatkan salinan putusan majelis,” kata Leo kepada Bisnis.com, Minggu (26/4/2015).
Ketua majelis hakim Titik Tedjaningsih mengabulkan sebagian permohonan keberatan yang diajukan para pemohon dan telah dinyatakan sebagai pemohon yang benar. Putusan KPPU yang dijatuhkan sebelumnya telah dinyatakan tidak mengikat dan mempunyai akibat hukum, serta kemampuan eksekutorial terhadap para pemohon.
“Menyatakan para pemohon tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat 2 dan 19 huruf a UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha serta membatalkan putusan KPPU No. 5/2014,” kata Titik dalam amar putusan yang dibacakan, Kamis (23/4/2015).
Majelis melihat adanya hal yang kontradiktif dalam putusan KPPU tersebut. Di satu sisi, KPPU mengesampingkan keberadaan peraturan Bank Indonesia, tetapi dalam pertimbangannya mengakui adanya surat edaran BI No. 12/2010 yang membuktikan pelapor melakukan pelanggaran.
Pihaknya juga tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa BI memberikan teguran terhadap pemohon I atas perjanjian kerjasama asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI dengan pemohon lain. Kegiatan tersebut dinilai tidak bertentangan dengan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan Pasal 29 ayat 2 UU No. 10/1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai prinsip kehati-hatian.
Majelis berpendapat adanya perjanjian tersebut merupakan penunjang manajemen risiko dalam kegiatan perjanjian kerjasama kredit, sehingga para pihak pemohon tidak dirugikan dalam perjanjian KPR tersebut seandainya timbul risiko. Dalam putusan KPPU juga tidak disebutkan perjanjian mana dan tanggal berapa yang telah melanggar surat edaran BI No. 12/2010 tersebut.
Merujuk pada surat edaran tersebut, bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi peraturan yang berlaku di bidang perbankan dan perasuransian. Pihak bank dilarang menanggung risiko yang timbul dari produk asuransi yang ditawarkan.
Segala risiko dari produk tersebut menjadi tangung jawab asuransi mitra bank. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan memasarkan produk asuransi mitra bank.
Terkait dengan asas legalitas perjanjian tersebut, majelis berpendapat para pemohon telah melaksanakan ketentuan yang ditentukan dalam peraturan BI No. 11/2009 jo. surat edaran BI.
Majelis mementahkan pendapat KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan nasabah KPR BRI dalam menggunakan produk asuransi selain yang ditawarkan oleh pemohon II dan pemohon III.
Dalam bukti persidangan, lanjutnya, menunjukkan adanya pihak-pihak asuransi lain yang diberikan kesempatan untuk presentasi dalam memasarkan produknya. Terdapat saksi dari Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dan PT Jiwasraya (Persero) yang pernah mengikuti kesempatan menawarkan produknya atas undangan pemohon I.
Titik menilai tindakan yang dilakukan pemohon I bukan merupakan upaya untuk menutup perusahaan asuransi lain ikut dalam proses yang ditawarkan. Namun, kerja sama tersebut harus dipandang sebagai cara berbagi risiko dalam menjalankan usaha.
Oleh karenanya perjanjian yang dibuat para pemohon tersebut tidak dapat dipandang telah mewajibkan nasabah KPR BRI untuk membeli produk asuransi termohon II dan II, serta tidak melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Monopoli.
Sepanjang pemeriksaan perkara tersebut, imbuhnya, tidak didapatkan adanya laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan terhadap hal tersebut. Khususnya, tidak ada bukti masyarakat yang mengeluhkan kenaikan biaya atas perjanjian tersebut.
Penerapan syarat dan ketentuan dari pemohon I sebagaimana pertimbangan termohon dalam putusannya, tidak diartikan sebagai cara maupun pintu penghalang untuk masuk dalam usaha yang sama (entry barrier). Tidak ada perilaku menyimpang atas pelaksanaan syarat tersebut.
Majelis menuturkan adanya syarat dan ketentuan tersebut justru bisa menjadi penyaring dan harus menjadi seleksi alam untuk memenuhi kualifikasi agar bisa bertahan sepanjang dilakukan dengan adil.
Berdasarkan pertimbangan di atas alasan keberatan pemohon cukup berdasar dan beralasan hukum oleh karenanya permohonan patut dikabulkan. Para pemohon juga harus dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal 15 ayat 2 dan pasal 19 huruf a UU no 5/1999.
Dalam kesempatan yang sama kuasa hukum para pemohon Eri E. Satrio mengatakan putusan majelis tersebut sudah sesuai dengan fakta yang telah diajukan selama pemeriksaan perkara. “Kami juga siap jika pihak KPPU mengajukan upaya hukum lanjutan,” ujarnya.