Kabar24.com, JAKARTA – Hampir separu peserta diskusi tentang perubahan media yang digelar pusat pusat kebudayaan Amerika di Jakarta menilai perubahan media yang paling besar disebabkan munculnya media sosial.
Media sosial dan internet menjadi medium yang paling banyak digunakan masyarakat untuk tujuan komunikasi dan mencari berita.
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert Blake menilai kebangkitan media sosial tersebut mendukung semangat demokrasi, setiap orang bebas mendapatkan informasi dan berpendapat.
“Yang terjadi saat ini adalah demokratisasi media, dan orang-orang akan bebas membuat pilihannya sendiri tentang media mana yang akan mereka gunakan untuk mendapatkan informasi,” kata Blake.
Hal ini dikatakannya usai diskusi bersama jurnalis dan mahasiswa yang bertajuk “Democratization of Information: Opportunities in a Changing Media Landscape” di pusat kebudayaan Amerika di Jakarta Selatan, Rabu (15/4/2015).
Walau begitu, dia tak memungkiri, media sosial juga bisa disalahgunakan menjadi alat propaganda oleh kelompok radikal.
Salah satunya seperti yang dilakukan kelompok ISIS.
Banyak situs maupun akun-akun di media sosial yang dinilai berkaitan dengan ISIS seperti yang ditutup oleh pemerintah RI baru-baru ini.
Blake mendukung langkah yang dilakukan pemerintah RI beberapa waktu lalu yang memblokir situs-situs radikal.
“Setiap pemerintah bisa mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi hal-hal seperti itu. Kemudian media sosial seperti Google dan Facebook juga sudah membuat batasan untuk mengantisipasi hal demikian,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri AS Richard Stengel menyatakan tidak setuju dengan penutupan media sosial yang dianggap berkaitan dengan gerakan ekstremis.
Menurutnya media sosial harus tetap hidup sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers.
Salah satu yang dicontohkan mantan Redaktur Pelaksana majalah TIME itu adalah kemunculan Twitter, yang merupakan media baru dalam cara berkomunikasi.
“Twitter mempengaruhi demokrasi pengetahuan. Tidak ada batasan lagi, Anda bisa mengkomunikasikan pengetahuan Anda kepada siapapun tanpa memandang apa pendidikan Anda,” kata dia.
“Tapi memang di era kebebasan perpendapat ini Anda tidak bisa melakukan hal-hal yang akan membahayakan kehidupan orang lain,” tambah Stengel.