Bisnis.com, SORONG - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyerahkan hasil inkuiri nasional yang membedah temuan 40 kasus dugaan pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat kepada Tim Penanganan Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan.
Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga menuturkan pihaknya bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan akademisi telah merampungkan inkuiri nasional yang membedah masalah-masalah terkait pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat (MHA) di sekitar hutan. Inkuiri yang dimulai sejak tahun lalu itu, sudah rampung dan mencakup 40 kasus yang mewakili keberagaman.
"Ada kasus antara MHA dan pemerintah, MHA internal, serta MHA dengan korporasi. Korporasi kehutanan ini mencakup konflik dengan HPH, HTI, hutan konservasi, pinjam pakai hutan untuk tambang, dan izin-izin perkebunan," katanya di sela-sela sarasehan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Senin (16/3/2015).
Sandra menuturkan masyarakat hukum adat yang hidup di kawasan hutan sangat rentan mengalami gesekan ataupun konflik. Apalagi, saat ini ada sekitar 32.000 desa yang berada di dalam kawasan hutan yang ditetapkan seluas 126,8 juta hektare.
"Kawasan hutan itu baru penunjukkan, belum definitif. Banyak tanah masyarakat adat diklaim sebagai kawasan hutan, diberikan izin kepada pengusaha," imbuhnya.
Inkuiri nasional, lanjut Sandra, dilakukan dengan mengundang berbagai pihak termasuk masyarakat adat, perusahaan, dan pemerintah. Partisipasi dalam public hearing diklaim Sandra mencapai 90%.
Tingginya partisipasi dinilai sangat penting, pasalnya konflik agraria yang dihadapi masyarakat hukum adat dilakoni oleh aktor yang beragam, termasuk pemerintah, korporasi, serta oknum penegak hukum dan militer.
"Sekarang sedang penyusunan laporan akhir. Sudah ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan," tuturnya.
Sandra mengungkapkan inkuiri nasional tersebut merangkum lima temuan, yakni ketidakpastian hukum tentang pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, simplifikasi masalah pada soal administrasi, perbedaan legitimasi atas tanah, keberpihakan pemda dan Polri kepada korporasi, dan diskriminasi berlapis yang dihadapi perempuan adat.
Adapun indikasi pelanggaran HAM yang terjadi meliputi pelanggaran hak ekonomi dalam hal ini hak kekayaan tanah, pelanggaran hak sosial untuk mendapatkan pekerjaan, dan pelanggaran hak budaya untuk mendapatkan pendidikan dan menjalankan ritual budayanya.
Himsar Sirait, Ketua Tim Pengaduan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK, mengaku sudah menerima 40 kasus yang dikaji oleh Tim Inkuiri Nasional Komnas HAM.
Selanjutnya, temuan tersebut akan didalami untuk ditindaklanjuti. "Kami harap masyarakat adat sabar, karena ini butuh proses," ujarnya.