Kabar24.com, JAKARTA— Ketua Pengurus Kematian Gereja Kristen Jawa Cilacap, Jawa Tengah, Suhendroputro, mengungkap ritual pemakaman para terpidana mati gembong narkoba.
Menurut dia, pada eksekusi gelombang pertama, dia hanya satu kilometer dari lokasi eksekusi yang bertempat di lapangan tembak Limus Buntu. Lapangan tembak itu berjarak sekitar satu kilometer dari Dermaga Sodong di Nusakambangan.
Tengah malam menjelang regu tembak memuntahkan peluru panasnya, seluruh lampu dimatikan. Menyisakan satu lampu untuk regu tembak membidik sasaran di jantung terpidana mati.
Dor...suara tembakan terdengar jelas. Juga untuk keluarga terpidana mati yang dikumpulkan di Dermaga Sodong.
"Mereka menangis histeris," ujarnya, Kamis (26/2/2015).
Usai dieksekusi, dia pun bekerja. Lima meja berjajar ditempatkan lengkap dengan ember air untuk memandikan jenazah.
Setelah itu, dia pun mendandani jenazah lengkap dengan pakaian dan jas. Dia setuju hukuman mati. Tapi, hanya untuk kasus narkotika.
Mendampingi
Romo Carolus, rohaniawan yang aktif melayani di sekitar Cilacap, menolak hukuman mati. Dia kerap mendampingi terpidana mati saat dieksekusi tak terkecuali saat Trio Bomber Bali dieksekusi.
"Sayangnya saat Marco Archer Cardoso dieksekusi pada 18 Januari lalu, saya tak boleh mendampingi," katanya.
Dia berharap kejaksaan memberinya izin untuk mendampingi Rodrigo Gularte jika jadi dieksekusi nanti pada gelombang kedua. Surat izin mendampingi sudah dilayangkan ke kejaksaan.
Bambang Setyanto, Kepala Dinas Kesehatan Cilacap, mengaku miris dengan eksekusi mati. Dia kini tak lagi dilibatkan lagi dalam proses ekseskusi.
"Terakhir kami diminta membantu proses pasca-eksekusi pada 2013," katanya.
Dia menyiapkan ambulans dan tenaga medis untuk memeriksa terpidana mati.
"Untung saat ini kami tidak dilibatkan lagi," katanya.
Dari pantauan di Dermaga Wijayapura, penjagaan masih biasa. Ada bangunan baru terlihat di lapangan tembak lokasi eksekusi yang bisa dilihat dari daratan Cilacap.