Bisnis.com, JAKARTA - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBII) menyirih berasal dari kata sirih yaitu tumbuhan yang merambat dengan rasa daun yang agak pedas. Menyirih sendiri adalah kegiatan mengunyah sirih.
Menurut sejarah Asia kegiatan menyirih pertama kali dilakukan oleh bangsa China dan India. Dari sanalah menyebar hingga Negara di Asia lainnya. Di Indonesia sendiri sejak abad ke-6 masehi, masyarakat mulai melakukan kegiatan menyirih.
Tidak hanya dilakukan oleh rakyat jelata saja, para bangsawan dan kerajaan dahulunya juga melakukan kegiatan ini. Menyirih tidak hanya dilakukan sebagai kegiatan rutin sehari-hari. Menyirih menjadi agenda wajib dalam kegiatan upacara adat seperti, kelahiran, kematian, pernikahan ataupun penyambutan tamu.
Campuran yang digunakan biasanya berbeda antar satu daerah dengan daerah lain. Namun pada umumnya bahan utama untuk meyirih yaitu daun sirih, pinang, gambir dan kapur sirih. Sebagaimana khasanah budaya Indonesia yang sarat akan makna bahan-bahan menyirih di atas pun mempunyai arti.
Seperti daun sirih, daunya yang tumbuh secara menjalar dengan rimbun serta membutuhkan tanaman lain untuk bersandar namun tidak merusak adalah perlambang sifat rendah hati, member serta selalu memuliakan orang lain. Sifat-sifat ini diharapkan ada pada setiap generasi bangsa Indonesia.
Kemudian ada pinang, pohonnya yang tumbuh menjulang tinggi melambangkan keturunan yang baik dan santun budi pekertinya. Gambir yang pahit melambangkan kesabaran dalam melakukan proses sedangkan kapur sirih adalah perlambang hati yang selalu memiliki niat bersih dan tulus.
Ketika akan menyirih seluruh bahan tersebut kecuali daun sirih ditumbuk halus kemudian dimasukkan ke dalam daun sirih. Menyatap sirih ini dengan cara mengunyah dan menggosok-gosokkan pada gigi.
Khasiat menyirih sendiri dahulunya sebagai penghilang rasa dingin yang kini banyak masyarakat beralih pada rokok. Para leluhur juga sepakat dengan menyirih meski menimbulkan warna merah pada gigi, lidah dan bibir namun sangat baik untuk kesehatan gusi dan mulut.
Masyarakat Jawa sendiri dikenal mempunyai tempat sirih khusus yang terbuat dari logam namanya pakinangan. Masyarakat Sunda memiliki telepok atau wadah seureuh yang berasal dari anyaman daun pandan yang berbentuk kotak dan memiliki penutup dari bahan yang sama.
Dari Pulau Jawa kita menuju Sumatera, ada Suku Melayu yang memiliki tepak sirih yang terbuat dari bahan kuningan, perak bahkan emas dengan beragam bentuknya seperti bulat dan kotak. Lain dengan Masyarakat Batak yang memiliki hajut, ia terbuat dari manik-manik yang bewarna-warni.
Di Nias disebut bolanofa, bola artinya tempat, afo artinya lima. Maksudnya ada lima bahan menyirih yang diletakkan dalam satu tempat. Bolanofa sendiri dibuat dari anyaman rumput-rumput rawa.
Selain masyarakat Jawa dan Sumatra di Kalimantan Timur Suku Dayak menyebut tempat sirih sebagai penginangan. Panginangan terbuat dari anyaman bambu atau rotan, namun ada pula yang membuatnya dari manik-manik yang beragam warna.
Di Timor Tengah Selatan, NTT terbuat dari anyaman daun lontar dengan lapisan manik-manik pada bagian luarnya. Masyarakat setempat menyebutnya oko mama. Bima, NTB tempat sirih disebut salapa yang terbuat dari logam kuningan, perak atau emas.