Kabar24.com, DENPASAR--Organisasi Angkutan Daerah (Organda) Bali menjelaskan pemerintah provinsi Bali perlu segera melakukan revisi terhadap Perda No 1 Tahun 2011 tentang pajak daerah terutama pasal 37 mengenai Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Eddy Dharma Putra, Ketua DPP Organda Bali mengatakan meskipun pemerintah telah menurunkan harga BBM dua kali, pihaknya belum bisa melakukan evaluasi terhadap tarif angkutan karena harga BBM di Bali dinilai masih tinggi dibandingkan daerah Jawa dan Madura yang sudah menerapkan pajak daerah yang sama.
"Kami masih menunggu pemerintah Bali untuk melakukan revisi terhadap PBBKB. Sebab jika tidak, harga BBM tetap saja dinilai mahal di Bali," ungkapnya saat dihubungi wartawan, Selasa (20/1/2015).
Eddy menambahkan, ketika harga premium ditetapkan Rp6.600/liter, masyarakat Bali harus membelinya dengan harga Rp7.000/liter.
Selisih Rp400 dinilai terlalu besar dan akibatnya harga tersebut masih tergolong tinggi dibandingkan daya beli masyarakat di Bali.
"Kami akan membuat perhitungan yang cermat setelah ada revisi. Bila dilakukan revisi dan evaluasi tarif sekarang, maka pengusaha angkutan akan rugi karena harga BBM yang masih dipatok Rp7.000/liter," paparnya.
Bila dievaluasi sekarang, kemudian tidak ada orang yang naik angkutan karena daya beli masyarakat yang rendah maka pengusaha angkutan akan terancam bangkrut bahkan rugi.
Daya beli masyarakat menjadi pertimbangan karena hampir semua harga kebutuhan pokok tidak turun harganya.
Sedangkan komponen tarif itu terdiri dari 25% biaya suku cadang, 45% biaya operasional langsung, 20% BBM dan sisanya adalah keuntungan bagi pengusaha yang jumlahnya hanya 10%.
"Suku cadang sendiri masih menggunakan standar dolar sehingga harganya masih tinggi. Untuk itu pemerintah harus segera melakukan revisi terhadap Perda Pajak Daerah di Bali," ujar Eddy.