Bisnis.com, BEIJING – Kian lesunya kinerja sejumlah indikator ekonomi China diprediksi masih menjadi faktor utama perlambatan pertumbuhan negara itu.
Konsensus ekonom Reuters mengungkapkan China akan tumbuh 7,2% pada kuartal IV/2014, laju terendah sejak krisis finansial global.
Jika tidak melesat, artinya Negeri Tembok Raksasa akan tumbuh 7,3% sepanjang 2014, sesuai dengan proyeksi kelompok think-tank State Information Centre (SIC) China yang dipublikasikan akhir Desember lalu, namun di bawah target pertumbuhan Perdana Menteri Li Keqiang 7,5%.
“Data pertumbuhan periode Oktober-Desember akan menunjukkan ekonomi China masih rentan, momentum manufaktur belum muncul, dan potensi deflasi meningkat,” ungkap studi yang dirilis ekonom UBS di Beijing, Rabu (7/1/2015).
Ekonom UBS berpendapat, langkah-langkah pelonggaran yang diimplementasikan selama 2014 seperti percepatan pembangunan sejumlah proyek infrastruktur, tidak cukup kuat mencegah tren perlambatan pertumbuhan.
Data Kantor Statistik Nasional menunjukkan China tumbuh masing-masing 7,5%, 7,4%, dan 7,3% pada kuartal pertama hingga ketiga 2014.
Selain lemahnya konsumsi domestik, ekonomi China juga terhempas signifikan akibat lambatnya pemulihan ekonomi global yang menyebabkan penurunan permintaan ekspor.
Secara rinci, laporan konsensus ekonom menyebutkan pinjaman bank, investasi aset tetap, dan output pabrik tidak menunjukkan peningkatan signifikan pada Desember.
Hal ini diperparah dengan deflasi harga pabrik yang terus berlangsung.
Pinjaman bank diprediksi mencapai 853 miliar yuan atau setara US$137,3 miliar pada Desember, juga tidak naik signifikan dari bulan sebelumnya.
Padahal, pinjaman naik 56% selama Oktober-November.
Adapun, investasi aset tetap yang merupakan kunci utama pendorong pertumbuhan diprediksi tumbuh 15,8% sepanjang 2014, terdorong oleh komitmen pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur untuk mengantisipasi kebekuan pasar properti.