Bisnis.com, BEIJING - Penurunan harga minyak dunia dan komoditas kian membebani ambisi pengambilan kebijakan China untuk menekan risiko deflasi. Kendati suku bunga baru saja dipangkas, inflasi Negeri Sakura kian menunjukkan pelemahan.
Kantor Statistik Nasional China melaporkan indeks harga produsen November turun 2,7% dari periode sama tahun sebelumnya, penurunan pada bulan ke-33 sekaligus terendah sejak 2009. Di saat yang sama, inflasi berada di level 1,4% (year-on-year), melambat dari bulan sebelumnya 1,6%.
Ekonom Credit Agricole CIB, Dariusz Kowalczyk menyampaikan meningkatnya risiko deflasi China karena lesunya belanja domestik memang diperparah oleh rendahnya harga komoditas dan makanan.
Data ini akan menjadi dorongan kepada para pengambil kebijakan untuk semakin melonggarkan kebijakan dan saya merekomendasikan pemangkasan tingkat rasio cadangan bank (reserve requirement ratio/RRR) dalam waktu dekat ini, kata Kowalczyk di Hong Kong, merespons laporan itu.
Dia memperhitungkan pemangkasan tingkat RRR sebaiknya dilakukan otoritas pada sisa tahun ini untuk menenangkan pasar yang semakin mengkhawatirkan laju perlambatan ekonomi Negeri Tembok Raksasa.
Sepanjang tahun ini, pemerintah dan otoritas moneter telah mengimplementasikan sejumlah pelonggaran seperti memangkas RRR, mengurangi prasarat pembelian properti, dan memangkas suku bunga pada 23 November lalu.
Survei ekonom yang dilakukan Bloomberg mengungkapkan pada kuartal pertama tahun depan China diprediksi akan memangkas RRR menjadi 19,5% dan akan menjai 19% pada kuartal kedua.
Meski menolak melakukan pelonggaran konvensional, pemerintah akhirnya memangkas suku bunga 0,4 persentase poin ke level 5,6%. Pelonggaran-pelonggaran ini sepertinya tidak cukup kuat menopang keterpurukan pasar properti dan perlemahan belanja domestik.