Bisnis.com, TOKYO – Kenaikan signifikan belanja modal korporasi yang digadang-gadang akan mengerek pertumbuhan Jepang kuartal III ternyata tak cukup kuat mengompensasi kerugian Negeri Sakura karena perlemahan belanja domestik.
Data revisi yang dipublikasikan Kantor Statistik Jepang menunjukkan pertumbuhan negara itu terkontraksi 1,9% pada kuartal III, lebih dalam dari data sebelumnya yaitu kontraksi 1,6%. Padahal, ekonom memprediksi kontraksi akan berada di level 0,5% ditopang investasi korporasi.
Adapun, investasi swasta yang diprediksi tumbuh 0,9% pada kuartal III (quarter-to-quarter) , ternyata malah terkontraksi 0,4%. Data-data ini cukup mengejutkan pasar Jepang, karena berkebalikan dengan proyeksi para ekonom.
“Laporan yang dipublikasikan hari ini menunjukkan sisi kelam ekonomi Jepang. Ada pemulihan, namun amat lambat. Perlemahan yen harus benar-benar menggenjot sektor manufaktur sehingga profitnya akan berkontribusi pada pertumbuhan,” jelas ekonom NLI Research Institute, Taro Saito di Tokyo, Senin (8/12).
Merespons data kontraksi, Deputy Chief Cabinet Secretary Jepang Hiroshige Seko menyatakan pemerintah akan memantau ketat belanja modal korporasi.
Data yang sama menunjukkan inventaris industri naik 0,6% (qoq) pada kuartal III, sedangkan di saat yang sama konsumsi swasta naik 0,4%, jauh turun dari kuartal sebelumnya 5,1%.
Akar dari perlemahan berbagai indikator ekonomi tersebut tak lain adalah kenaikan pajak penjualan 3 persentase poin April lalu.
Adapun, temuan survei yang dilakukan Reuters mengungkapkan bahwa keyakinan pebisnis manufaktur akan terus tergerus pada sisa tahun ini.
Kian dalamnya kontraksi ekonomi Jepang diprediksi akan membebani Perdana Menteri Shinzo Abe yang akan mengikuti pemilihan umum 14 Desember mendatang.
Hingga kini, ekonom masih mempertanyakan keampuhan tiga panah Abenomics sebagai prioritas ekonomi Abe.
“Oposisi akan menggunakan data ekonomi untuk menyerang Abe.
Tidak efektifnya Abenomics kini jelas terlihat. Abenomics telah menyebabkan depresiasi yen dan deflasi, serta melukai konsumsi rumah tangga,” ungkap Tetsuro Fukyama, Pemimpin Partai Demokratik Jepang, oposisi Abe.
Sampai saat ini, Abe masih menggunakan instrumen stimulus dan kebijakannya untuk menunda kenaikan pajak penjualan, sebagai umpan yang mempertahankan kepercayaan masyarakat.
Sejumlah jejak pendapat yang dilakukan media massa Jepang memprediksi partai Abe akan kembali menguasai parlemen.