Bisnis.com, BANDA ACEH - Pemerintah Provinsi Aceh didorong untuk segera mempercepat pembahasan rancangan qanun (peraturan daerah) tentang bangunan. Adapun, rancangan qanun ini akan menjadi payung hukum pembangunan bangunan tahan bencana.
Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Aceh Ditjen Cipta Karya Kementerian PU mencatat hingga saat ini dari 23 kabupaten dan kota di Aceh baru sembilan daerah yang memiliki qanun bangunan. Kesembilan daerah tersebut yakni Aceh Besar, Aceh Tenggara, Bireuen, Simeulue, Banda Aceh, Sabang, Langsa, Nagan Raya, dan Aceh Barat.
Kepala Satker PBL Aceh Teuku Faisal Riza menuturkan, percepatan pembangan rancangan qanun di tingkat provinsi perlu dilakukan agar Aceh segera dapat menerapkan pembangunan sesuai dengan karakteristik provinsi yang rawan bencana.
Selama 10 tahun pasca tsunami pada 26 Desember 2004, hingga kini Aceh belum sepenuhnya memiliki pembangunan yang dapat mengantisipasi jika terjadi bencana. Tak hanya potensi gempa dan tsunami, topografi Aceh juga rawan akan banjir dan longsor.
"Kami terus mendorong Pemprov Aceh untuk menuntaskan pembahasan regulasi. Kami juga terus mendorong kabupaten dan kota agar menyelesaikan dan mengesahkan perda serupa. Pada tahun depan, bagi daerah yang telah memiliki kelengkapan regulasi bangunan dan RTBL [rencana tata bangunan dan lingkungan] akan menjadi pilot project untuk pembuatan sistem informasi bangunan yang mengarah ke mitigasi bencana," tutur Faisal, Kamis (13/11/2014).
Faisal menargetkan pada tahun ini tujuh DPRD kabupaten dan kota di Aceh dapat mengesahkan rancangan qanun bangunan. Ketujuh daerah tersebut yakni Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Lhoksumawe, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Bener Meriah, dan Subulussalam.
Adapun, terdapat lima kabupaten dan kota yang masih dalam tahap penyusunan rancangan qanun yakni Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Aceh Barat Daya.
Pada tahun depan, Ditjen Cipta Karya akan memfasilitasi penyusunan qanun bangunan di tiga kabupaten yakni Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Jaya.
Selain itu, lanjut Faisal, khusus untuk qanun bangunan daerah yang disahkan sebelum tsunami agar segera merevisi.
"Seperti Banda Aceh dan Aceh Besar yang disahkan pada 2004. Kami ingin pemko dan pemkab segera me-review, karena qanun itu belum sesuai dengan mitigasi bencana," ujar Faisal.
Faisal menambahkan jika Pemprov Aceh serta pemkab dan pemko tak segera memiliki qanun bangunan, maka program yang didanai oleh Ditjen Cipta Karya akan ditangguhkan.
Lebih lanjut, setelah Pemprov Aceh serta seluruh pemkab dan pemko telah memiliki qanun bangunan, untuk mengantisipasi bencana, bangunan yang ada juga harus memiliki sertifikat layak fungsi.
URGENSI
Pengamat tata kota sekaligus Dekan Fakultas Teknik Unsyiah Mirza Irwansyah mengatakan pada saat ini beberapa kabupaten yang memiliki urgensi pengesahan qanun bangunan yakni yang berada di dataran tinggi seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Aceh Tenggara.
"Untuk bangunan tahan bencana, pasca tsunami beberapa bahan sudah dianjurkan memakai kualitas lebih tinggi, tapi belum semua. Saya berharap, dengan qanun bangunan akan lebih banyak yang dibangun berdasarkan spek tahan gempa, misalnya," kata Mirza.
Selain qanun bangunan, kabupaten dan kota juga harus memerhatikan penataan ruang yang mendukung antisipasi bencana. Misalnya, ketersediaan ruang hijau, dan penataan kota pesisir.
"Pemerintah juga harus meningkatkan law enforcement. Sekarang, tak hanya di Banda Aceh, tapi kabupaten lainnya banyak yang melanggar aturan tata bangunan," pungkas Mirza.