Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya akhirnya membatalkan usulan upah minimum kota (UMK) lantaran elemen pekerja tidak menyetujui angka yang diberikan yakni Rp2.588.000.
"Saya tidak mengusulkan apa-apa, lah tidak ada yang mau tanda tangan usulan saya. Semua pihak menghitung sendiri-sendiri, karena sampai tanggal yang ditentukan tidak terjadi kesepakatan, ya sudah, kami serahkan ke pak gubernur," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini usai menandatangani surat usulan UMK Surabaya, di Rumah Dinas Walikota Surabaya, Kamis (13/11/2014).
Sebelum agenda penandatangan usulan UMK Surabaya, Apindo menentukan UMK sebesar Rp2.206.000, sedangkan serikat pekerja meminta Rp2.840.000. Perbedaan UMK antara pekerja dan pengusaha yang terlampau jauh membuat pemkot mengambil jalan tengah dengan memunculkan nilai UMK Rp2.588.000.
Hanya saja, serikat pekerja tetap menolak jalan tengah yang diberikan sehingga walikota sempat menunda penandatangan hingga 2 jam untuk merapatkan kembali usulan UMK. Pada akhirnya pemkot membatalkan UMK tengah Rp2.588.000 dan hanya menyerahkan dua usulan dari pengusaha dan pekerja.
"Jalan tengah ini sebenarnya kami ambil untuk menjaga iklim investasi dan tidak mematikan dunia usaha, serta untuk kesejahteraan pekerja," ujar Dwi Purnomo, Kadisnaker Kota Surabaya yang sekaligus sebagai Ketua Dewan Pengupahan.
Adapun hitungan kebutuhan hidup layak (KHL) yang diambil Dewan Pengupahan yakni UMK saat ini Rp2,2 juta ditambah 4,4% dengan asumsi inflasi, pertumbuhan ekonomi Surabaya 7,3% serta ditambah 5% sebagai upaya kesejahteraan pekerja sehingga muncul Rp2.587.689 yang dibulatkan menjadi Rp2.588.000.
Sedangkan hitungan serikat pekerja yakni KHL Rp2.517.583,66 ditambah inflasi tahunan Oktober-Desember 0,69%, inflasi RAPBN 2015 sebesar 4,4%, dan pertumbuhan ekonomi Surabaya 7,3%, sehingga muncul Rp2.840.000.
Sementara, hitungan pengusaha yakni KHL Rp1.862.403,66, ditambah inflasi tahunan Oktober-Desember sebesar 0,69%, inflasi RAPBN 2015 sebesar 4,4% dan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya sebesar 7,3%, sehingga muncul Rp2,206 juta.
Andik Peci, Ketua Umum Federasi Serikat Pekera Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, mengatakan angka yang diusulkan walikota tidak pernah disosialisasikan sebelumnya, sehingga pekerja menyatakan menolak angka tengah tersebut.
"Dalam rapat dewan pengupahan angka itu tidak pernah muncul, tapi malah tiba-tiba muncul. Walau cuma dua usulan saja dari pengusaha dan buruh, itu akan mempermuda kami untuk berjuang," katanya.
Koordinator Apindo Surabaya Tony Towoliu mengatakan pengusaha pesimistis terhadap angka yang diusulkan meski sudah dihitung secara realitis. Apindo mengaku hanya mampu memberikan kenikan upah hingga 11%.
"Upah di Surabaya dalam 2 tahun terakhir ini naiknya sudah sangat luar biasa. Tapi, dari keputusan hari ini, masih ada gawang terakhir di dewan pengupahan provinsi dan keputusan gubernur agar susana di Jatim tetap kondusif," ujarnya saat dikonfirmasi.
Dia menambahkan apabila pemerintah nanti memilih UMK yang tertinggi, dikhawatirkan bakal berdampak pada pengusaha dan pekerja seperti terjadi pemangkasan karyawan akibat tidak mampu menggaji pekerja sesuai ketentuan.