Bisnis.com, MANADO—Bank Indonesia mendorong kalangan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan kepada petani pisang abaka di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, guna menggenjot kontribusi komoditas tersebut terhadap perekonomian daerah.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara (Sulut) Luctor E Tapiheru menuturkan saat ini, sejumlah perbankan telah menyalurkan kredit ke sektor tersebut, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (Bank Sulut), dan Bank Perkreditan Rakyat Dana Raya.
“Meski sudah ada tiga bank, peluangnya masih tetap ada,” katanya kepada Bisnis, Senin (10/11/2014).
Menurutnya, pembiayaan kredit perbankan yang bisa disalurkan kepada petani, antara lain kegiatan pembibitan pisang yang termasuk jenis tanaman endemik itu.
Walaupun mendorong perbankan untuk masuk ke portofolio itu, dia menegaskan pihaknya mendesak kepada perbankan untuk menerapkan kekompakan dalam menerapkan suku bunga.
“Bila skemanya berbeda jauh, kami khawatir akan terjadi kecemburuan nantinya,” tegasnya.
Sebagai informasi, serat pisang abaka (muxa textilis) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas uang. Pisang yang termasuk jenis tanaman endemik itu hanya tumbuh di daerah Filipina, Ekuador, dan Sulut, khususnya di Kepulauan Talaud.
Kabupaten Kepulauan Talaud berjarak sekitar 271 mil dari Kota Manado. Pada akhir 2013, jumlah penduduk Talaud tercatat sebanyak 84.747 jiwa yang menempati 16 pulau kecil dengan total luas daratan 1.371,4 km.
Pada mulanya masyarakat hanya memanfaatkan serat pisang abaka untuk tali-temali kapal nelayan, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi ternyata serat pisang ini memiliki banyak produk turunan.
Beberapa produk turunan serat pisang abaka antara lain tali kapal, kertas saring, kertas stensil, kertas rokok, kertas uang, masker atau pakaian modis, tas, tempat tidur gantung, dan masih banyak lagi.
Kajian Bank Indonesia Sulut menemukan permintaan dunia terhadap serat pisang abaka mencapai 600.000 ton per tahun. Namun, sejauh ini baru terpenuhi sekitar 15% atau hanya 90.000 ton per tahun yang dipasok dari Filipina sebanyak 80.000 ton dan Ekuador sebanyak 10.000 ton.