Bisnis.com, JAKARTA - Pada 17-19 September 2014, Presiden China Xi Jinping berkunjung ke China.
Dia dan Perdana Menteri India yang baru Narendra Modi berharap banyak dari pertemuan itu, yang disebut-sebut sebagai titik puncak dalam hubungan keduanya.
Delegasi China telah berkomitmen untuk US$30 miliar, terdiri dari US$20 miliar untuk pembangunan koridor kereta cepat dan jalan strategis yang baru di perbatasan kedua negara.
Sebanyak US$6,8 dibelanjakan untuk dua kawasan industri di Gujarat dan Maharashtra. 24 perusahaan China akan membeli produk (obat-obatan, pertanian ...) senilai US$3,6 militer.
Kesepakatan itu jauh dari US$100 miliar yang telah disepakati sebelumnya.
Xi membiarkan mimpi India dalam perjanjian perbatasan yang ditandatangani pada 2004 oleh pendahulunya Hu Jintao pada batas utara China, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sayangnya selama kunjungan ini, di meja diplomasi ini juga, tidak ada kemajuan sama sekali. Dan suasana begitu dingin, bahwa sementara Modi mendesak China untuk melakukan sesuatu tentang perjanjian perbatasan, kedua pemimpin mengakhiri pembicaraan dalam komunikasi yang terpisah. Sebuah cara untuk mengekspresikan kepada dunia bahwa Xi Jinping tidak tertarik dengan perjanjian itu.
Alasan untuk kemandegan ini adalah pada 18 September, 1.000 tentara PLA di Ladakh Tenggara, salah satu dari dua daerah yang diperebutkan di sepanjang perbatasan China-India.
Pasukan yang membawa alat berat dan mengklaim untuk membangun sebuah "jalan sementara". Hal ini diketahui pada sore hari, hanya satu jam sebelum perjamuan kedua pimpinan itu.
Oleh karena itu, sementara 1.500 tentara India dikirim ke tempat tersebut, Modi meminta Xi untuk menginstruksikan pasukannya pergi - Xi menyetujuinya.
Gara-gara hal tersebut, kesepakatan kerja sama kedua negara buyar, tentu kerugian bagi kedua negara tersebut. Lalu siapa pihak di balik kegagalan kerja sama itu?
Beberapa dari mereka adalah jelas dalam komando tinggi China yang coba melemahkan Xi Jinping. Sejak aksesi ke kekuasaan pada Oktober 2012, Xi telah memulai kampanye anti-korupsi tanpa henti, yang sudah menangkap ribuan kader partai.
Oposisi bisa juga telah diperkuat dari sisi India. Seorang analis India menduga pedagang militer persenjataan di balik itu semua, mengingat India menjadi negara nomor satu dunia untuk impor persenjataan. (forbes)