Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PILKADA VIA DPRD: Tolak, Ini Kata Sejumlah Tokoh

Sikap menolak upaya Koalisi Merah Putih menggolkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD setempat semakin menguat dan beragam. Partai pengusung Koalisi Merah Putih yakni Golkar, Gerindra, PAN, dan PPP.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Sikap menolak upaya Koalisi Merah Putih menggolkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD setempat semakin menguat dan beragam.  Partai pengusung Koalisi Merah Putih yakni Golkar, Gerindra, PAN, dan PPP.

 

Sikap itu dilontarkan Wali Kota Depok (asal PKS) Nur Mahmudi Ismail, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fraksi Golkar dan Gerindra DPRD Provinsi Jabar, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Laode Ida, Pengamat politik Universitas Jember  Joko Susilo, pengamat politik Indonesian Public Institute Karyono Wibowo kepada Antara dan Bisnis.com, Kamis (11/9/2014).

 

Seperti diketahui, kini  RUU Pemilihan Kepala Dae­rah (Pilkada) tengah dalam pembahasan intensif di DPR. Perubahan atau pun perbedaan yang sangat mendasar pada RUU Pilkada itu adalah soal pemilihan tidak langsung. Dalam RUU tersebut kepala daerah, khususnya walikota/bupati tidak lagi dipilih secara langsung oleh masyarakat. Namun, dipilih oleh anggota DPRD kota/kabupaten.

 

Kementerian Dalam Negeri (Ke­mendagri) selaku pihak pengusul berharap RUU Pilkada tersebut disahkan dalam  September 2014, sebelum anggota DPR  2009-2014 berakhir masa tugasnya 1 Oktober 2014. Dengan demikian, UU Pilkada itu dapat dilaksanakan pada Pilkada  2015, yang  dirancang untuk Pilkada tidak langsung adalah pemilihan walikota dan bupati, se­dangkan gubernur tetap dipilih langsung oleh masyarakat.

 

Sebagian kalangan aktifivis pro demokrasi menolak dengan keras RUU Pilkada yang subtansinya mengusung pemilihan tidak langsung. Para aktivis berpendapat  penga­lihan sistem pemilihan langsung ke tidak langsung adalah sebuah kemun­duran di dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

 

Bahkan ada yang mengatakan tidak sepatutnya Kemendagri men­jadikan alasan maraknya money politics dan besarnya biaya Pilkada langsung untuk meninggalkan sistem Pilkada langsung. Karena dengan system Pilkada tidak langsung, tidak ada jaminan  Pilkada  akan terbebas dari praktik money politics dan ongkos politik yang harus dikeluarkan para kandidat bisa diminimalisir.

 

WALI KOTA DEPOK

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail menegaskan pilkada langsung yang dipilih oleh rakyat lebih banyak positifnya karena partisipasi masyarakat makin tinggi.  "Banyak nilai postifnya dengan digelarnya pelaksanaan pilkada secara langsung," kata Nur Mahmudi.

Menurut dia, dengan pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat, banyak warga yang akan berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.  Ia mencontohkan Pilkada Depok yang akan berlangsung pada  2015, sudah banyak calon yang muncul dan merupakan putra daerah setempat. "Banyak yang terpanggil untuk membenahi daerahnya kembali," katanya.

SIKAP PERLUDEM

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)  mendesak agar RUU Pilkada tidak disahkan.
"Kami berharap DPR dan pemerintah tidak memaksakan untuk mengesahkan undang-undang ini dan lebih mendengarkan suara rakyat," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini Mashudi.

Berdasarkan rapat Panja RUU Pilkada, Selasa (9/9), semua partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa itu tetap memegang teguh pada kesepakatan mereka agar Pilkada dipilih oleh DPRD, kembali seperti pada zaman orde baru.

Mereka, Koalisi Merah Putih, menganggap model Pilkada saat ini menyebabkan masalah dalam anggaran negara karena menelan biaya tinggi untuk penyelenggaraan dan proses pemilihan termasuk terjadi politik uang serta melahirkan konflik masyarakat.

"Pilkada oleh DPRD merupakan sesuatu yang tidak menyelesaikan masalah pokok dari politik uang itu sendiri. Mari kita tanya kembali siapa yang menyebabkan politik uang? Kan aktornya masih sama, ini hanya memindahkan ranah politik uang yang semula sasarannya masyarakat kini DPRD. Aktornya tetap sama," jelas Titi.

Titi menilai Pilkada oleh DPRD menyebabkan demokrasi di Indonesia mundur ke belakang karena hak rakyat Indonesia direnggut dalam mamilih kepala daerah secara langsung.

"Kami melihat hal yang lebih besar, menolak pilkada secara langsung adalah upaya mengamputasi hak rakyat dan akses rakyat untuk memilih pemimpin dan kepala daerahnya. Ini upaya yang betul-betul mengebiri hak konstitusional warga negara. Kalau dalam menjegal pemerintahan Jokowi-JK, itu derajat yang lebih kecil daripada hak warga negara yang dirampas," jelas Titi.

SIKAP FRAKSI GOLKAR & GERINDRA DPRD PROVINSI JABAR

Fraksi Golkar dan Gerindra DPRD Provinsi Jabar segera mengusulkan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat Jabar yang menolak UU  Pilkada oleh DPRD.

"Sebagai anggota Fraksi Gerindra saya akan menyampaikan kepada pimpinan partai dan Fraksi Gerindra di DPR RI terkait aspirasi masyarakat Jabar," kata Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar Sunatra.

Ia mengatakan, aspirasi masyarakat yang akan disampaikannya ke Fraksi Gerindra di DPR RI yakni tentang penghentian pembahasan RUU Pilkada yang akan diubah Pilkadanya oleh DPRD atau di parlemen.

Aspirasi selanjutnya, kata dia, agar pemerintah konsisten melaksanakan amanat UUD 1945 pasal 18 ayat 4 tentang kepala daerah pemerintahan provinsi, kota/kabupaten dilakukan secara demokratis.

"Aspirasi yang saya baca agar Pilkada dilakukan langsung. Ini misi kami untuk kami sampaikan ke Gerindra pusat," katanya.

Anggota Fraksi Golkar DPRD Jabar Abdul Rozak, menyatakan segera melaporkan tuntutan masyarakat Jabar terkait penolakan RUU Pilkada. Ia berharap, harapan masyarakat Jabar dan upaya Fraksi di DPRD dapat berjalan lancar didengar, diakomodir oleh DPR RI. "Semoga aspirasi ini bisa didengar diakomodir dan diaplikasikan oleh DPR RI," katanya.

 

WAKIL KETUA DPD

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Laode Ida mengatakan DPD RI secara kelembagaan menolak pemilu kepala daerah dikembalikan kepada dewan perwakilan rakyat daerah.

"Keputusan DPD RI itu diputuskan setelah melakukan kajian bersama sejumlah perguruan tinggi perihal dampak positif dan negatifnya bagi rakyat dan penegakan demokrasi," kata Laode Ida pada diskusi "Dialog Kenegaraan: Pilkada Langsung vs Tidak Langsung" di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta.

Menurut dia, pilkada langsung yang sudah diselenggarakan pada era reformasi selama sekitar 10 tahun terakhir, merupakan amanah reformasi dan bagian dari konsolidasi demokrasi.

Kalaupun ada dampak positif dan negatif dari penyelenggaraan pilkada langsung, kata dia, sebaiknya dievaluasi dan diperbaiki sisi negatifnya, bukan malah mengembalikan pilkada ke DPRD.

"Pilkada langsung merupakan aspirasi rakyat dan menjadi amanah reformasi," katanya.

Laode  mengatakan jika pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri tetap kukuh untuk mengerahkan RUU Pilkada yang didalamnya berisi pasal mengembalikan pilkada ke DPRD, maka pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai gagal melakukan konsolidasi demokrasi

 

PENGAMAT POLITIK

Pengamat politik Universitas Jember Joko Susilo  mengatakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD yang diusulkan dalam RUU  Pilkada  kemunduran demokrasi di Indonesia.

"Substansi demokrasi adalah 'one man one vote', sehingga pemilihan umum kepala daerah (pilkada) yang dipilih langsung oleh rakyat sudah tepat dilaksanakan sebagai upaya proses demokrasi di daerah," tuturnya.

Menurut dia, tingginya biaya politik dalam pilkada langsung bukan menjadi alasan untuk mengembalikan pilkada kepada DPRD, tetapi hal tersebut yang harus dicarikan solusinya yang tepat dengan tidak mengebiri atau memangkas hak politik warga negara.

"Pemilihan oleh DPRD memang lebih efisien dari segi anggaran, tetapi belum menjadi jaminan anggota dewan tersebut akan mewakili rakyat dalam menentukan calon kepala daerah dan kemungkinan yang terjadi adalah politik transaksional, sehingga korupsi dan jual beli suara masih terjadi," ucap pengajar Ilmu Hubungan Internasional itu.

Ia menilai pelaksanaan pilkada melalui DPRD tidak sesuai dengan sistem di Indonesia yang menganut sistem presidensial karena dalam sistem itu, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung hingga di tingkat bawah seperti pilkada dan pilkades.

Hal senada juga disampaikan pengamat politik lainnya dari Universitas Jember, Rahmat Hidayat  yang mengatakan  harga sebuah demokrasi memang mahal, tetapi keberhasilan demokrasi dengan pemilihan langsung oleh rakyat merupakan suatu hal yang tidak ternilai harganya.

"Saat ini, masyarakat sudah belajar demokrasi langsung dan proses pembelajaran itu memerlukan biaya yang cukup besar dan keseriusan pemerintah untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat," ucap pengajar ilmu administrasi negara FISIP Unej itu.

Pengamat politik Indonesian Public Institute Karyono Wibowo mengatakan pemilihan kepala daerah langsung merupakan tuntutan reformasi yang menginginkan demokrasi partisipatif yaitu rakyat terlibat langsung dalam proses demokrasi.

"Kepala daerah dipilih secara langsung sejak 2005 mengikuti sistem pemilihan presiden dan wakil presiden. Tuntutan pemilihan langsung mencuat sejalan dengan semangat keterbukaan sekaligus koreksi terhadap sistem perwakilan," kata Karyono Wibowo dihubungi di Jakarta, Rabu.

Karyono mengatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD merupakan cermin dari sistem demokrasi perwakilan yang relatif tidak menimbulkan konflik vertikal dan horizontal.

"Pemilihan oleh DPRD juga relatif lebih efisien dari segi biaya sehingga tidak berpotensi menimbulkan biaya politik tinggi yang diduga menjadi penyebab korupsi," katanya.

Namun, Karyono mengatakan pemilihan oleh DPRD tetap memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan oleh DPRD bukan berarti lebih menjamin tidak adanya korupsi dan politik uang.

 

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper