Bisnis.com, LAWEYAN - Keberhasilan Joko Widodo merangsang pertumbuhan hotel melalui berbagai event kunjungan pariwisata pada masa pemerintahannya di Solo meninggalkan permasalahan bagi industri pariwisata Solo, sepeninggalnya ke Jakarta.
Hotel kelas lebih tinggi baru merasakan tekanan persaingan tarif pada tahun ini karena sebelumnya mereka terselamatkan oleh pemasukan dari bisnis MICE. Pemotongan anggaran pemerintah membuat bisnis MICE ikut merosot pada 2014 hingga pengelola hotel kelas atas yang menikmati aturan pembatasan kelas hotel terpaksa ikut berebut pengunjung.
Ketua PHRI Solo Abdullah Suwarno mengatakan dalam kondisi seperti ini industri pariwisata di Solo tidak akan bisa bertahan hingga 10 tahun ke depan, terutama pemilik hotel yang bergantung pada bisnis hotel.
Dia meminta Pemkot Solo lebih selektif dalam menerima pengajuan investasi dengan mempertimbangkan kapasitas makroekonomi kota dan kelayakan bisnis hotel yang akan didirikan.
“Hotel bisa bertahan, kalau di Solo, jika occupancy rate-nya pada kirasan 45%–48%. Kalau hotel baru, pinjam uang bank, saya rasa mereka butuh hingga 75% kalau mau impas saja,” kata Abdullah.