Bisnis.com, LAWEYAN - Keberhasilan Joko Widodo merangsang pertumbuhan hotel melalui berbagai event kunjungan pariwisata pada masa pemerintahannya di Solo meninggalkan permasalahan bagi industri pariwisata Solo, sepeninggalnya ke Jakarta.
Ketua PHRI Solo Abdullah Suwarno mengatakan persaingan tarif hotel sebetulnya terjadi di Solo sejak 2–3 tahun terakhir bersamaan dengan lonjakan pembangunan hotel baru. Persaingan dalam 2–3 tahun terakhir terutama terjadi pada hotel bintang dua dan bintang tiga yang kemudian merembet menghantam kelas-kelas hotel di bawahnya.
Hotel bintang dua dan bintang tiga yang sebelumnya memasang tarif minimal antara Rp350.000—400.000 saat ini telah mencatumkan tarif Rp175.000 hingga Rp220.000.
“Kalau jumlah hotel berbintang tumbuh 79%, non bintangnya menyusut. Mati. Ganti acara, buat kosan dan lain lain,” kata Abdullah.
Hotel kelas lebih tinggi baru merasakan tekanan persaingan tarif pada tahun ini karena sebelumnya mereka terselamatkan oleh pemasukan dari bisnis MICE.
Pemotongan anggaran pemerintah membuat bisnis MICE ikut merosot pada 2014 hingga pengelola hotel kelas atas yang menikmati aturan pembatasan kelas hotel terpaksa ikut berebut pengunjung.