Bisnis.com, PEKANBARU--Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengapresiasi upaya pemerintah untuk terus memperluas pasar produk bersertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) menyusul diakuinya legalitas kayu itu oleh Organisasi Perdaangan Dunia (WTO).
Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) APHI Nana Suparna mengemukakan dukungan dunia internasional terhadap SVLK membuktikan bahwa Pemerintah mampu menggaransi bagi produk kayu Indonesia yang berasal dari sumber yang lestari dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Sudah ada pengakuan dari WTO bahwa produk kayu yang bersertifikat dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan secara lestari dan sumber yang legal,” ujarnya saat dihubungi dari Pekanbaru, (21/7).
Masyarakat internasional kini mulai melihat SVLK benar-benar sebagai skema yang akuntabel dan transparan untuk mempromosikan perdagangan kayu legal dan lestari. Disisi lain, Nana mengingatkan, agar kedaulatan tersebut tidak diganggu oleh beragam kampanye hitam yang banyak dilakukan lembaga swadaya asing (LSM) seperti Greenpeace.
"Itu berarti, pemerintah tidak bisa membiarkan, Greenpeace untuk merongrong kebijakan pemerintah dalam mengatur tata kelola dan perdagangan kayu Indonesia. Kalau sudah ada SVLK, maka sertifikat lainnya tidak diperlukan," kata Nana.
Nana mengingatkan, dukungan di dalam negeri juga harus diberikan semua pihak. Dia mencontohkan, jika mengacu pada anggaran proyek pemerintah, sepertinya harga kayu yang tertera disana tidak menggambarkan nilai kayu bersertifikat SVLK.
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan menyatakan bahwaWTO mengapresiasi Indonesia yang menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk memastikan produk kayu yang diekspor berasal dari sumber yang legal dan diproduksi secara lestari.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut Dwi Sudharto menyatakan apresiasi tersebut menunjukan pengakuan yang makin luas terhadap skema yang dikembangkan secara multipihak itu (Bisnis.com, 13/7).
"Masyarakat internasional kini mulai melihat SVLK benar-benar sebagai skema yang akuntabel dan transparan untuk mempromosikan perdagangan kayu legal dan lestari," katanya.
Itu sebabnya, dia menyayangkan jika masih ada pihak yang menjelekan produk kayu yang telah dilengkapi SVLK. "LSM asing yang selalu menyebar kampanye negatif terhadap produk kehutanan Indonesia sepertinya tidak melihat perbaikan tata kelola kehutanan Indonesia dengan penerapan SVLK," ujarnya.
Apresiasi terhadap SVLK dari WTO mengemuka pada pertemuan reguler komite perdagangan dan lingkungan WTO di Jenewa, Swiss 30 Juni 2014. Dalam pertemuan tersebut dibahas efek dari kebijakan bidang lingkungan, yang diimplementasikan dengan penerapan berbagai hambatan teknis terhadap akses pasar, terutama bagi negara berkembang.
Indonesia menerapkan secara penuh SVLK sejak 2013. Berdasarkan ketentuan tersebut produk kayu yang dipasarkan di dalam negeri dan diekspor harus dilengkap dokumen v-legal, yang menjamin legalitas dan kelestarian asal usul bahan baku. Uni Eropa sendiri menerapkan regulasi importasi kayu yang bertujuan menghalau masuknya kayu dan produk kayu ilegal ke wilayah tersebut.