Bisnis.com, JAKARTA— Ratusan kepala keluarga, sebagian besar adalah petani, Karawang, Jawa Barat terisolasi dari lahan mereka sendiri dengan ditutupnya akses atas lahan dan dicabutnya pasokan listrik ke area yang tengah berkonflik tersebut.
Hal itu disampaikan Aliansi Serikat Petani Karawang (Sepetak) Bersama dalam keterangannya pada Senin (30/06/2014). Aliansi itu memaparkan sekitar 420 kepala keluarga atau sekitar 1.200 jiwa yang tinggal di wilayah konflik lahan itu terancam kehidupannya.
"Di atas lahan itu ada lahan pertanian produktif berupa persawahan padi, palawija, buah-buahan dan kayu milik para petani," demikian aliansi tersebut. "Ada desa definitif yang mempunyai perangkat desa, fasilitas umum, dan fasilitas sosial."
Penutupan akses itu berupa pemasangan kawat berduri oleh pasukan Brigade Mobil (Brimob) di sekeliling area konflik. Selain itu, pemutusan listrik juga dilakukan terhadap rumah-rumah warga yang berada di kawasan konflik.
Para petani itu masing-masing tinggal di Desa Margamulya, Desa Wanasari dan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang. Lahan yang disengketakan itu mencapai 350 hektare dengan perusahaan properti, PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP), yang dimiliki oleh PT Agung Podomoro Land Tbk.
Terkait dengan hal tersebut, Aliansi Sepetak Bersama pada hari inimelakukan unjuk rasa ke Mabes Polri, Kompolnas dan Komnas HAM guna mendesak penyelesaian konflik lahan di Karawang. Rencananya, sekitar 500 demonstran yang terdiri dari petani, aktivis dan mahasiswa akan berdemonstrasi.
"Usut tuntas kasus perampasan tanah petani Karawng yang mengakibatkan hilangnya sumber penghidupan mereka," demikian desakan aliansi tersebut. "Mendesak penyelesaian konflik agraria yang terjadi di negeri ini secara tuntas."
Akibat konflik tersebut, sedikitnya 15 orang yang terdiri dari petani dan buruh Karawang pada pekan lalu mengalami luka dan sebagian lagi ditangkap akibat dugaan pemukulan dan tembakan peluru karet aparat keamanan, saat upaya eksekusi dilakukan. Kekerasan lainnya adalah soal dugaan dilakukannya kriminalisasi terhadap petani selama konflik tersebut berlangsung.