Bisnis.com, JAKARTA - Aparat keamanan gabungan, terutama Brigade Mobil (Brimbob), mulai menutup akses lahan garapan para petani Karawang, Jawa Barat dengan dibangunnya sejumlah pos patroli dengan kawat berduri yang mengitari desa.
Pembangunan pos tersebut dilakukan sejak kemarin oleh Brimob di sejumlah titik di antaranya adalah jalan Konsorsium, Desa Wanasari, Telukjambe Barat. Pada Selasa, kawasan itu menjadi lokasi dugaan penyerangan tim aparat gabungan terhadap petani dengan pemukulan, penembakan peluru karet, gas air mata dan meriam air.
"Para petani tak bisa masuk ke lahan maupun pulang ke rumahnya. Setelah kejadian pada Selasa, mereka ditakut-takuti dengan dilakukannya patroli oleh Brimob," kata Galih Andreanto, Juru Bicara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ketika dikonfirmasi Kamis, (26/6/2014).
Dia memaparkan selain tak bisa menggarap lahan, para petani Karawang mulai mencari tempat tinggal lainnya dengan menginap di tempat warga lainnya maupun milik sanak famili.
Konflik agraria itu dipicu oleh upaya eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Karawang yang dibantu oleh tim aparat gabungan baik dari Polda Jawa Barat maupun Polres Karawang.
Para petani itu masing-masing tinggal di Desa Margamulya, Desa Wanasari dan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang. Lahan yang disengketakan itu mencapai 350 hektare dengan perusahaan properti, PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP), yang dimiliki oleh PT Agung Podomoro Land Tbk.
"Kami mendesak agar Mabes Polri menarik pasukan Brimob yang mengancam warga," kata Galih.
Tak hanya soal kehidupan para petani, sedikitnya tiga sekolah dasar maupun masjid yang berada di lokasi konflik itu pun terancam tergusur. Padahal, terdapat sejumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial di sana.
Akibat konflik tersebut, sedikitnya 15 orang yang terdiri dari petani dan buruh Karawang mengalami luka dan sebagian lagi ditangkap akibat dugaan pemukulan dan tembakan peluru karet aparat keamanan terkait konflik agraria di wilayah tersebut.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan itu dilakukan secara sistematis dan meluas. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan pelanggaran tersebut juga menghilangkan hak-hak petani dan buruh untuk memiliki akses terhadap lahan.
"Tindakan tersebut menghilangkaan ha-hak petani dan buruh atas lahan. Diperlukan penegakan hukum secara adil dan transparan baik internal kepolisian maupun pidana oleh Mabes Polri," kata Haris dalam keterangan bersama.