Bisnis.com, JAKARTA -- Tim aparat gabungan diduga menembakkan meriam air dan gas air mata kepada ribuan petani di lokasi terpisah yang menghadang upaya eksekusi dari Pengadilan Negeri Karawang terkait dengan sengketa agraria di wilayah tersebut.
Aparat mulai menembakkan meriam air guna memukul mundur para petani yang menghadang di titik eksekusi di kawasan jalan Konsorsium, Desa Wanasari, Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang.
Upaya itu dilakukan setelah dialog yang dilakukan para petani dengan jajaran pemerintah dan perwakilan perusahaan tak menunjukkan hasil.
Dialog dilakukan pada pukul 10.00-13.00, namun tak efektif. Aparat gabungan yang terdiri dari Polda Jabar dan Polres Karawang menurunkan pasukan antihuru-hara dan Brigade Mobil (Brimob).
"Petani dipukul mundur dengan water cannon, setelah itu pasukan antihuru hara datang merengsek masuk," kata Juru Bicara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Galih Andreanto. "Kami akan melakukan konsolidasi kembali," lanjutnya.
Di lokasi berbeda, ujar Galih, sejumlah petani yang berada di Kampung Kiara Jaya mendapatkan tembakan gas air mata sehingga polisi berhasil masuk ke kampung yang dijaga oleh warga.
Di sisi lain, sedikitnya delapan buruh yang ikut membantu aksi damai tersebut menderita luka-luka setelah diduga dipukul mundur oleh aparat keamanan.
Kelompok buruh sejak pagi tadi memblokade akses pintu tol Karawang Barat dan Karawang Timur.
"Delapan buruh kini sudah dirawat di RSUD Karawang. Kami sedang mengidentifikasi apakah ada petani yang terluka di Kampung Kiara Jaya akibat tembakan gas air mata," kata Galih yang juga mendampingi para petani di sana.
Dialog sendiri dilakukan antara petani, jajaran pemerintah kabupaten, Polda Jabar, Badan Pertanahan Nasional, dan perwakilan perusahaan.
Dalam upaya eksekusi tersebut, papar Galih, perusahaan maupun BPN belum bisa menjelaskan lokasi mana yang diklaim dimiliki oleh perusahaan.
Eksekusi itu dilakukan berdasarkan putusan PK No.160/PK/PDT/2011 yang memenangkan PT SAMP.
Walaupun demikian, Komnas HAM menilai eksekusi tak dapat dilakukan karena masih adanya tumpang tindih putusan dan tak ada kejelasan hak masyarakat.
Para petani itu masing-masing tinggal di Desa Margamulya, Desa Wanasari, dan Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang.
Lahan yang disengketakan itu mencapai 350 hektare dengan perusahaan properti, PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP), yang dimiliki oleh PT Agung Podomoro Land Tbk.