Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEBAT CAPRES 15 JUNI: Disayangkan, Prabowo & Jokowi Abai Bicara Pajak

Debat capres edisi kedua yang digelar di Gran Melia, dengan tema Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Minggu (15/6/2014) malam dinilai sebagian kalangan hanya berbicara sisi permukaan saja.
Ilustrasi pajak. Abai dibicarakan dalam debat bidang ekonomi capres/Bisnis
Ilustrasi pajak. Abai dibicarakan dalam debat bidang ekonomi capres/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA- Debat capres edisi kedua yang digelar di Gran Melia, dengan tema Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Minggu (15/6/2014) malam dinilai sebagian kalangan hanya berbicara sisi permukaan saja.

Peneliti Perkumpulan Prakarsa, Maftuchan, mengatakan seharusnya kedua kandidat yakni Prabowo Subianto dan Joko Widodo berbicara soal potensi pajak dan rencana penerimaan pajak pemerintah Indonesia ke depan.

"Kedua kandidat tidak berani menyinggung, bahkan tidak konsen terkait perbaikan perpajakan di Indonesia. Kalau mereka berani, ini tentu akan memberikan nilai positif soal perpajakan di Indonesia," katanya, di kantor Seknas Fitra, Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (16/5/2014).

Maftuchan menyatakan, dalam debat capres tersebut, kedua kandidat hanya bicara soal ekonomi abstrak. Prabowo mengumbar soal ekonomi kerakyatan, sementara Joko Widodo lebih berbicara soal ekonomi berdikari tanpa penjelasan menyeluruh.

"Padahal, minimal kedua kandidat harus berani melakukan perkiraan pendapatan dari pajak dalam lima tahun ke depan," katanya.

Dia memberi contoh seharusnya kedua capres bisa mematok berapa besaran tax ratio pada pemerintahan ke depan sebagai visi misi membangun perekonomian Indonesia lebih baik lagi.

"Tapi itu tidak dimunculkan oleh Prabowo dan Jokowi," katanya. "Kami prihatin pada kedua kandidat yang tidak banyak bicara hal penting. Berbeda jika dibandingkan dengan debat capres di beberapa negara yang mengutamakan pajak sebagai pendapatan utama. Karena melalui pajaklah kita berkotribusi bagi negara ini."

Menurut Maftuchan, seharusnya kedua kandidat juga membicarakan keadilan pajak. Prinsip keadilan pajak, katanya, yakni uang yang dikumpulkan dari pajak harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan birokrasi.

Dia mencatatat kondisi jumlah wajib pajak saat ini masih rendah dengan perkiraan sekitar 22 juta wajib pajak (WP) pada akhir 2011 yang terdiri dari 19,8 juta WP pribadi dan 2,2 juta WP badan. Padahal, dari jumlah penduduk sekitar 247 juta, potensi penduduk Indonesia bisa mencapai 60 juta WP.

Prabowo dan Jokowi juga, pada debat capres edisi kedua itu abai berbicara ihwal penerimaan negara bukan pajak. Maftuchan menyebut kedua kandidat hanya menggantungkan penerimaan negara berasal dari sumber daya alam (SDA).

Catatan Maftuchan menyatakan kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) selama ini cenderung mengalami penurunan terutama dari penerimaan SDA.

Dia menyebutkan  faktor pemicu penurunan tetaebut yakni buruknya tata kelola SDA yang menimbulkan kerugian negara, ketidak adilan kontrak-kontrak karya pengelolaan SDA dan faktor lainnya. Sayangnya, kata Maftuchan, cara berpikir kedua capres terlampau optimistis bisa meraup pendapatan dari SDA tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper