Bisnis.com, TOKYO - Ritel Jepang mengalami penurunan penjualan pada April lalu, dengan arus penurunan pada laju paling cepat dalam 3 tahun terakhir. Penjualan mobil dan \barang elektronik merupakan penyumbang penurunan terbesar.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa konsumen Jepang menahan pengeluaran mereka secara signifikan setelah pemerintah menaikkan pajak pada 1 April lalu.
Hal yang terjadi menunjukkan level pengeluaran masyarakat pada barang-barang kebutuhan berada pada titik terbawahnya. Pengeluaran masyarakat memulih bertahap, kata ekonom senior bidang pendapatan Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, Shuji Tonouchi di Tokyo, Kamis (29/5/2014).
Departemen Perdagangan Jepang melaporkan perolehan ritel menurun 4,4%, jauh melebihi nilai prediksi sebelumnya yaitu penurunan sebesar 3,3%.
Penurunan pada pendapatan ritel kali ini merupakan yang terbesar sejak Negeri Sakura diterpa gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011.
Di sisi lain, penjualan atas barang kebutuhan tetaap seperti makanan dan peralatan kelengkapan mandi juga menurun, memberi harapan pada pemerintah Jepang bahwa akan ada pemulihan pada data Mei.
Namun pemerintah tak menampik bahwa masih ada ketakutan pada pemulihan barang-barang industri, yang mungkin memakan waktu lama.
Tonouchi menambahkan, penjualan barang-barang tahan lama harus menjadi perhatian, karena tampaknya akan butuh waktu cukup panjang untuk kembali normal.
Per 1 April lalu, pemerintah Jepang menaikkan pajak penjualan nasional menjadi 8% dari sebelumnya 5%. Langkah penaikan pajak penjualan ini diambil pemerintah demi mengumpulkan dana ekstra untuk meningkatkan biaya kesejahteraan.
Namun di sisi lain, langkah ini menyebabkan volatilitas pada data perekonomian dan negara perekonomian terbesar ketiga di dunia diprediksikan akan mengalami kontraksi jika konsumen terus menahan belanja mereka. Pada kuartal II/2014, perekonomian Jepang diprediksikan tumbuh 3,4%.