Bisnis.com, NEW YORK – Nilai tukar mata uang Euro, Kamis (3/4/2014) waktu setempat atau Jumat pagi mengalami kejatuhan.
Nilai Euro jatuh dipicu pernyataan Bank Sentra Eropa yang akan menggunakan cara inkonvensional, jika diperlukan, untuk melawan inflasi.
Harga minyak mentah Brent mengalami reli dan mengalami peningkatan lebih dari 1 persen, melonjak dari nilai terendah dalam lima bulan terakhir, terkait kekhawatiran masalah di pelabuhan Libya akan bisa segera teratasi.
Bank Sentral Eropa, ECB, diharapkan tetap mempertahankan suku bunga pada rekor terendah 0,25 persen dan suku bunga deposito berada di posisi nol.
Namun, pernyataan Presiden ECB Mario Draghi justru membebani mata uang tunggal di kawasan ini.
Dalam konferensi pers, Draghi menyatakan bahwa ia dan para koleganya berharap adanya periode inflasi yang rendah, dan aksi innvensional akan dilakukan jika harus menunggu terlalu lama.
“ECB telah berlaku inkonvensional lebih dari yang diharapkan pasar,” ujar Kathy Lie, Direktur Pelaksana BK Asset Management di New York.
“Ketergesa-gesaan itu terlihat dari pilihan dewan untuk melakukan teknik yang tidak biasa, dan itu negatif untuk euro atau dolar.”
Sementara itu data pekerjaan AS menunjukkan informasi yang baur, di satu sisi sektor jasa menunjukkan pertumbuhan sementara sejumlah komponen di sektor tenaga kerja menunjukkan pelemahan.
Klaim tunjangan pengangguran mengalami peningkatan melebihi perkiraan pekan lalu.
Laporan pembayaran gaji di sektor nonpertanian yang dilansir pemerintah pada Jumat menunjukkan bahwa pada Maret diperkirakan akan tercipta 200 ribu lowongan kerja.
Jika perkiraan itu terbukti, maka hal itu akan menjadi pencapaian tertinggi sejak November.
Data lain pada Kamis menunjukkan bahwa defisit neraca perdagangan AS yang secara tak terduga melebar di bulan Februari menunjukkan pertumbuhan yang lebih lemah dari perencanaan pada kuartal pertama.
Di bursa Wall Sreet, sejumlah indeks mengalami penurunan setelah Dow Jones dan S&P500 mencapai rekor harian tertinggi sesaat setelah pasar dibuka.
Diperkirakan keengganan untuk bertaruh sembari menanti laporan pembayaran pemerintah pada Jumat membuat terjadinya aksi ambil untung dalam apa yang dikenal dengan momentum bursa.
Dalam kondisi seperti itu, indeks gabungan Nasdaq menjadi yang terdampak paling parah dibanding indeks lainnya.
“Momentum itu biasanya karena orang-orang yang segera mengambil untung di saat para investor cemas atau khawatir, ada sedikit keraguan terkait laporan penggajian (Jumat) besok,” ujar Randy Frederick, Direktur Pelaksana Trading dan Derivatif di Scwab Center for Financial Research, Austin, Texas, Kamis.
Indek industrial Dow Jones jatuh 0,45 poin ke 16,572.55, S&P 500 tergerus 2, 13 poin, atau 0,11 %, ke 1,888.77, dan indeks gabungan Nasdaq terperosok 38, 716 poin, atau 0,91%, ke 4,237.74.
Sementara, indeks MSCI global tertekan 0,2 % setelah menyentuh level tertinggi sejak Desember 2007.
Sedang di bursa berjangka Nikkei, komoditas berdenominasi dolar AS turun 0, 1%.