Bisnis.com, MAKASSAR-- Dalam 4 tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan harus tumbuh pada kisaran 8,4%-8,7%.
Angka pertumbuhan 8,4%-8,7% itu diperlukan Sulsel untuk mengikis ketimpangan pendapatan dan mengejar pendapatan per kapita Rp30 juta pada 2018.
Namun, sejumlah tantangan tengah dihadapi provinsi terbesar di Kawasan Timur Indonesia itu, mulai dari konsentrasi pertumbuhan hanya di beberapa daerah, indikasi penurunan konsumsi rumah tangga, dan infrastruktur.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulampua Suhaedi menyampaikan, kesenjangan sosial masih menjadi momok perekonomian kawasan Sulsel, meski berdasarkan definisi Bank Dunia kawasan itu masuk daerah berpendapatan menengah.
“Dengan pendapatan Rp22,15 juta atau US$2.108,79 per kapita Sulsel masuk daerah middle income,” ujar Suahedi saat menjadi pembicara kunci Seminar Kajian Ekonomi Regional Sulsel 2014 di Makassar, Selasa (4/3/2014).
Namun, ungkapnya, kutub pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh kota Makassar 33,1%, Bone 6,8%, dan Luwu Timur 6,7%.
Oleh sebab itu, sambungnya, untuk mencapai pendapatan Rp30 juta per kapita pada 2018 Sulsel harus tumbuh di kisaran 8,4%-8,7%.
“Untuk menghindari kejenuhan di beberapa kota tersebut penciptaan pusat pertumbuhan di kota lain perlu menjadi perhatian,” terang Suhaedi.
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada tahun lalu mencapai 7,65%, lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,78%.
Tantangan lain yang dihadapi Sulsel adalah tren konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan penurunan.
Itu terjadi karena konsumsi rumah tangga hanya terkonsentrasi di tiga kota, sehingga terancam mengalami kejenuhan.
Padahal, konsumsi rumah tangga di Sulsel selama ini menopang 48% pertumbuhan ekonomi.
Suhaedi mengutarakan, ke depan peran konsumsi rumah tanga harus diganti dengan komponen yang lebih berkesinambungan, yaitu dari sisi investasi.
“Terutama investasi infrastruktur yang akan memberikan multiplier efect yang lebih besar,” ujarnya.
Sementara ekonom Universitas Hasanuddin Hamid Paddu mengutarakan pertumbuhan segmen konsumsi di Sulsel harus dibatasi untuk mendorong pertumbuhan yang stabil.
Menurutnya, produksi dan investasi harus dipacu agar pertumbuhan ekonomi tidak rapuh, karena hanya mengandalkan barang dari luar pulau atau impor.
“Kelas menengah sekarang cenderung konsumerisme tinggi, sehingga impor di Sulsel tinggi,” tegasnya.