Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan UMK Tak Berhasil Tingkatkan Produktivitas Buruh

Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, Jawa Barat menilai kenaikan upah minimum kabupaten/kota yang tinggi tidak sepadan dengan produktivitas buruh, terutama industri padat karya.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG -Produktivitas buruh di Jabar dinilai mandeg walau mereka sudah menikmati kenaikan upah minimum yang cukup tinggi.

Asosiasi Pengusaha Indonesia, Apindo, Jawa Barat menilai kenaikan upah minimum kabupaten/kota yang tinggi tidak sepadan dengan produktivitas buruh, terutama industri padat karya.

Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja mengatakan seharusnya kenaikan upah diimbangi peningkatan produktivitas buruh sehingga produk yang dihasilkan bisa berdaya saing.

“Sudah tiga tahun produktivitas buruh di Jabar stagnan, bahkan menurun. Produksi barang yang dihasilkan pun cenderung tidak dapat berdaya saing dengan impor,” katanya Dedy kepada Bisnis, Selasa (25/2/2014).

Pihaknya khawatir, jika produktivitas buruh tidak ditingkatkan, daya saing akan tergerus saat digulirkannya pasar bebas Asean 2015.

Akibatnya, para buruh akan tereliminasi oleh tenaga kerja asing yang masuk.

Kondisi ini akan memicu pengangguran yang besar karena ketidakmampuan buruh meningkatkan produktivitas kerja mereka sesuai kompetensi yang dibutuhkan pasar.

“Industri padat karya kesulitan untuk menyediakan dana bagi peningkatan kompetensi pekerja karena beban biaya telah habis untuk kegiatan operasional,” kata Dedy.

Dia berharap pemerintah memaksimalkan kembali balai pelatihan bagi para pekerja.

Dengan memaksimalkan balai petihan pekerja nantinya buruh akan memiliki etos kerja tinggi, sehingga memiliki produktivitas yang berkualitas.

“Sejak penetapan UMK awal tahun lalu beberapa industri padat karya tidak lagi menyerap tenaga kerja baru. Hal ini sebagai langkah efisiensi yang dipilih pengusaha untuk menekan pengeluaran,” tutur Dedy.

Sementara itu, pihak Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat, APKB, Purwakarta Jawa Barat mengungkapkan penaikan upah minimum kabupaten/kota awal tahun ini berdampak pada kinerja buruh yang merosot hingga 50%.

Anggota APKB Purwakarta Manaur Simatupang mengatakan kinerja buruh yang merosot dipastikan akan mempengaruhi produksi barang.

Manaur mengungkapkan tekanan dari tingginya UMK sudah dirasakan sejak lama, namun puncaknya pada kenaikan awal tahun ini.

"Ketika UMK naik menjadi Rp1,5 juta - Rp2 juta dan setiap pabrik memiliki 6.000 karyawan, artinya setiap perusahaan harus menyiapkan kenaikan pengeluaran sekitar Rp100 miliar."

Dia mengaku pengusaha tidak masalah dengan kenaikan UMK bahkan hingga dua kali lipat, apabila sumber daya manusianya siap pakai.

“Sementara yang saat ini terjadi, UMK naik dan produktivitas kinerja buruh malah menurun 30%-50%," kata Manaur.

Manaur mengharapkan pemerintah segera menerapkan solusi untuk menstabilkan keadaan ini.

Ia mengingatkan, jangan sampai para investor asing enggan datang kembali atau tidak lagi merasa Indonesia sebagai lahan investasi yang sangat bersaing dan kompetitif.

“Sehingga mereka memilih daerah atau bahkan negara lain yang lebih murah dalam ongkos produksi,” tegas Manaur.

Dia mengungkapkan pada kawasan berikat nusantara, KBN, tercatat beberapa perusahaan yang sudah merelokasi perusahaannya ke negara lain seperti Bangladesh.

Beberapa perusahaan lain juga dikhawatirkan akan melakukan relokasi dengan terlebih dahulu mengurangi karyawan sedikit demi sedikit, karena berat membayar uang pesangon terlalu besar.

"Para pengusaha tentu tidak terlalu memikirkan perbedaan kualitas yang mungkin hanya 10% dari hasil produksi di Indonesia dan negara asing. Oleh karena itu pemerintah harus memikirkan bagaimana tetap mempertahankan investor, salah satunya dengan peningkatan kualitas SDM," kata Manaur.

Secara terpisah, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat memberikan kemudahan regulasi bagi tenaga kerja yang akan melakukan pelatihan dan sertifikasi guna meningkatkan kompetensi di sektor industri padat karya.

Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Jabar Jhony Dharma mengatakan pihaknya sudah memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja bagi industri padat karya.

"Pelatihan dan sertifikasi sudah bisa diajukan ke kabupaten/kota di Jabar. Kami hanya melakukan pemantauan dan koordinasi saja," kata Jhony, Selasa (25/2).

Dia mengatakan pemberian kewenangan itu dilakukan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di tengah daya saing global.

Pihaknya juga menyediakan anggaran sebesar Rp40 miliar untuk pelatihan keterampilan lulusan SMA dan SMK.

Anggaran ini menurun dibandingkan 2013 yang mencapai Rp90 miliar.

"Dengan anggaran yang turun, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan bagi lulusan SMA dan SMK semakin ketat," lanjutnya. (Ria Indhryani)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper