Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembiayaan Perubahan Iklim Diharap Tak Dibalur Aksi Tipu-Tipu

Sedikitnya 28 organisasi sipil dari negara berkembang, termasuk Indonesia, mendesak tak ada lagi muslihat dalam pembiayaan perubahan iklim terkait dengan Green Climate Fund (GCF) yang tengah dibicarakan di Bali pada 19-21 Februari.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -Muslihat alias aksi tipu-tipu menjadi hal yang dikhawatirkan masih terjadi dalam praktik pembiayaan perubahan iklim di dunia.

Sedikitnya 28 organisasi sipil dari negara berkembang, termasuk Indonesia, mendesak tak ada lagi muslihat dalam pembiayaan perubahan iklim terkait dengan Green Climate Fund, GCF, yang tengah dibicarakan di Bali pada 19-21 Februari.

Masyarakat sipil mengatakan, pembiayaan itu sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan di negara-negara berkembang yang terdampak perubahan iklim.

Deddy Ratih dari Friends of the Earth Indonesia mengatakan salah satu perkembangan terkait masalah itu adalah adanya bias dalam anggota Board of the Green Climate Fund itu sendiri.

GCF dibentuk melalui Konferensi UNFCCC pada 2010 guna menjamin pembiayaan iklim disalurkan dengan baik pada seluruh negara berkembang.

"Pembiayaan sektor swasta menjadi solusi yang dipilih untuk masalah perubahan iklim. Berdasarkan pengalaman kami, sektor swasta berarti akan menghasilkan keuntungan sebagai pendorong utama dalam program tersebut, bukan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan," kata Deddy dalam keterangan bersama, Jumat (21/2/2014).

Dia mengatakan, Private Sector Facility yang berarti adalah perusahaan besar sekaligus modal besar, rencananya akan dipakai dengan alasan dana negara yang terbatas.

Tak hanya itu, skema utang pun nampaknya akan digunakan sebagai instrumen utama dalam GCF kelak.

Masyakat sipil menegaskan mekanisme utang, apalagi dengan bunga relatif tinggi, bertentangan dengan prinsip yang menyatakan bahwa pembiayaan itu adalah obligasi negara maju.

Deddy menuturkan, negara-negara maju menyebabkan masalah perubahan iklim namun kini meminta masyarakat di negara-negara Selatan untuk membayar pinjaman dan bunganya sekaligus.

"Kami mendesak negara maju untuk menghadapi tanggung jawab mereka atas krisis iklim dan memenuhi obligasinya. Bukan melalui mekanisme utang dan bukan melalui pembiayaan dari sektor swasta," kata Deddy.

Masyarakat sipil juga mendesak agar GCF menghormati hak asasi manusia dan memprioritaskan kebutuhan orang-orang yang terpengaruh paling besar dalam masalah perubahan iklim, dibandingkan dengan kepentingan pembiayaan sektor swasta.

Mereka berkeyakinan bahwa korporasi tentunya akan mengambil keuntungan sebagai hal utama dalam mekanisme pembiayaan tersebut, bukan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Selain Friends of the Earth Indonesia, sejumlah organisasi sipil lain yang mendesak masalah tersebut adalah a.l. Sudanese Environment Conservation Society (Sudan), Oilwatch (Ghana), Ethiopian Consumer Society (Ethopia) dan Philippine Movement for Climate Justice (Filipina).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa
Editor : Saeno
Sumber : Anugerah Perkasa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper