Bisnis.com, JAKARTA - Perpustakaan yang sepi, garing, dan menjemukan, serta hanya kumpulan rak-rak buku yang dipajang berjejer itu cerita lama. Datang ke perpustakaan juga tidak harus bayar alias gratis.
Kini, di bawah pengelolaan Coca-Coca Foundation Indonesia (CCFI) perpustakaan menjadi tempat belajar yang menyenangkan untuk mencari berbagai informasi. Perpustakaan juga merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi.
CCFI menggelar program Perpuseru sejak November 2011 mengubah perpustakaan sebagai wahana berkumpul anak muda, perempuan (ibu rumah tangga), dan pengusaha mikro untuk belajar bersama dan saling menukar ide.
CCFI bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF) meluncurkan sebuah program Perpuseru dengan satu visi utama, yakmo membuka mata masyarakat Indonesia akan kemampuan perpustakaan untuk meningkatkan kualitas hidup komunitas di sekitarnya, khususnya kelompok perempuan, pemuda, dan usaha mikro.
Dalam pengembangannya, CCFI dan BMGF mengucurkan dana sebesar US$5 juta untuk rangkaian program Perpuseru pada 2011-2014 supaya terus menjangkau wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Saat ini Perpuseru telah menjangkau 34 perpustakaan umum pemerintah di 16 provinsi melalui penyediaan akses komputer dan Internet, pelatihan kepada pustakawan, serta advokasi dan kemitraan.
"Sebanyak 34 perpustakaan ini adalah bagian dari inisiatif nasional untuk memanfaatkan teknologi dalam memperluas akses masyarakat Indonesia terhadap informasi, mendukung perbaikan sistem pendidikan, dan mendorong iklim bisnis yang kompetitif," ujar Erlyn Sulistyaningsih, Direktur Program PerpuSeru, dalam keterangan tertulis.
Lebih dari 5.000 pengguna perpustakaan telah mendapatkan pelatihan-pelatihan di perpustakaan mitra Perpuseru, termasuk pelatihan komputer dan Internet, dan lebih dari 3,5 juta orang telah mendapat akses Internet gratis untuk mencari pekerjaan atau informasi untuk mengembangkan bisnisnya.
"Perpuseru telah memberikan manfaat langsung kepada anggota masyarakat yang tidak memiliki perangkat komputer dan Internet di rumah, sekaligus berperan sebagai rumah belajar (learning centre) dengan beragam media pembelajaran dan program pelatihan berbasis teknologi informasi, " ungkapnya.
Titie Sadarini, Ketua Pelaksana Coca-Cola Foundation Indonesia, menjelaskan CCFI berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan sosial lewat berbagai program pendidikan, seperti Perpuseru.
"Perpuseru akan terus bermitra dengan perpustakaan umum dalam mempersiapkan dan mendorong perpustakaan untuk menjadi agen perubahan bagi komunitasnya masing-masing," ujarnya.
Guna menjalin kemitraan sesama pengelola 34 perpustakaan daerah yang menjadi mitra Perpuseru CCFI menggelar Perpuseru Peer Learning Meeting: Pembelajaran Global, Penerapan Lokal pada 27-29 Januari untuk pertama kalinya di Yogyakarta.
"PLM adalah kesempatan berharga yang digunakan Perpuseru sebagai sarana untuk para pustakawan dan staf Perpuseru lainnya untuk berkenalan, bertukar kisah sukses, dan tantangan yang dihadapi, dan membangun hubungan dengan sesama praktisi dari berbagai daerah di Indonesia," ujar Titie.
Kekuatan dari acara ini adalah kesempatan untuk para pustakawan dari berbagai daerah bisa berbagi ide dan inovasi untuk memajukan perpustakaannya.
Mereka bisa mendengarkan kisah sekaliguas belajar dari cerita dari perpustakaan di Soreang Bandung bisa membantu tukang belut meningkatkan bisnisnya lewat YouTube, dan diharapkan dapat menginspirasi pustakawan lainnya dalam mendorong masyarakat di sekitarnya untuk bisa berpikir secara global.
"Setiap perpustakaan memang memiliki sumber daya dan kebijakan yang berbeda-beda. Namun, jika semua memiliki pemahaman yang serupa akan potensi teknologi informasi dalam mengubah masyarakat, akan lebih mudah bagi Perpuseru untuk mewujudkan konsep perpustakaan yang populer dan berkelanjutan," kata Erlyn.
Deborah Jacobs, Direktur Global Library di Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF), menambahkan BMGF memberikan perhatian lebih kepada perpustakaan sebagai kekuatan untuk mendorong peningkatan hasil pembangunan.
"Ini adalah salah satu alasan mengapa pada 1997 Bill dan Melinda menaruh investasi di perpustakaan-perpustakaan umum melalui pengembangan teknologi. Saya selalu mengingat cerita tentang pembuat batik di Sukoharjo, Jawa Tengah yang menggunakan teknologi untuk belajar bagaimana memulai sebuah blog untuk memasarkan produk dan meningkatkan penghasilannya. Ini merupakan salah satu dari cerita paling menyentuh yang pernah saya dengar," ungkapnya.
Dampak dari Perpuseru lain adalah yang dirasakan oleh Wahid, pemuda berusaha 30 tahun yang mempunyai usaha beternak ayam Bangkok di rumahnya di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Ketika ayamnya banyak yang mati karena terserang penyakit, Wahid terdorong untuk mencari informasi di Internet yang disediakan perpustakaan Pamekasan.
"Setelah menerapkan apa yang saya pelajari dari Internet, peternakan ayam saya kembali sehat dan saya berhasil menaikkan harga jual. Saya mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp300.000 setiap bulan," cerita Wahid.