Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan bungkus berbahan baku plastik terus meningkat, saat ini rata-rata orang Indonesia menghasilkan sampah 0,5 kg dan 13% di antaranya plastik.
Sampah plastik menduduki peringkat ketiga dengan jumlah 3,6 juta ton per tahun atau 9% dari jumlah total produksi sampah.
Namun, keberadaan sampah plastik telah menjadi momok yang menakutkan. Sampah jenis ini memerlukan ratusan, bahkan ribuan tahun untuk terurai kembali ke bumi.
Berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5,4 juta ton per tahun, atau 14% dari total produksi sampah.
Menurut data dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta, tumpukan sampah di wilayah DKI Jakarta saja mencapai lebih dari 6.000 ton per hari dan sekitar 13% dari jumlah tersebut berupa sampah plastik.
Dari seluruh sampah yang ada, sebesar 57% ditemukan di pantai berupa sampah plastik. Sebanyak 46.000 sampah plastik mengapung di setiap mil persegi samudera, bahkan kedalaman sampah plastik di samudera pasifik sudah mencapai hamper 100 meter.
“Dari waktu ke waktu, penggunaannya meningkat secara signifikan jauh melampaui penggunaan bungkus berbahan kertas. Efisiensi dan kepraktisan plastik dibanding kertas menjadi salah satu alasannya. Karena butuh waktu ratusan bahkan ribuan tahun agar bisa terurai, plastik dianggap sebagai bahan yang sangat merusak lingkungan, “ ujar Sri Bebassari, kata Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association (InSWA), dalam keterangan pers, Sabtu (1/2).
Dia menjelaskan kampanye 3R – Reduce, Reuse, dan Recycle memang sebuah langkah positif serta berdampak nyata baik bagi pengurangan sampah plastik. Namun, secara substansial, hasil yang didapat tidak sebanding dengan pertumbuhan penggunaan plastik yang terus meningkat dari hari ke hari.
“Yang harus dilakukan saat ini bukan memusuhi plastik, tapi menemukan formula yang tepat untuk mempercepat proses penguraian plastik agar bisa kembali ke alam," ujar Sri.
Oleh karena itu, sambungnya, diperlukan kepedulian berbagai pihak untuk tidak saja memiliki kesadaran tetapi juga berkomitmen secara nyata untuk menyelamatkan bumi dari tumpukan sampah yang berbahaya bagi kehidupan.
"Salah satu ide bijak untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan plastik yang ramah lingkungan,” tegasnya.
Melalui InSWA, yang merupakan salah satu organisasi yang memiliki perhatian tinggi terhadap persoalan sampah di Indonesia, memberikan sertifikasi Green Label bagi produk plastik yang telah lolos uji ramah di lingkungan, setelah melalui tahap observasi dan uji lab BPPT.
"Green Label adalah sertifikasi hijau yang diberikan pada produk ramah lingkungan yang dinilai aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia," ujarnya.
Di antara produk yang berhasil mendapatkan sertifikat Green Label Indonesia adalah Oxium dan Ecoplas, produk plastik ramah lingkungan produksi PT Tirta Marta.
Oxium dan Ecoplas berhasil memenuhi semua kriteria kelayakan untuk mendapat sertifikasi Green Label Indonesia dari InSWA. Kantong plastik yang menggunakan bahan Oxium telah terbukti dapat terurai sekitar 2 tahun.
Adapun untuk kantong plastik Ecoplas yang merupakan plastik biodegradable bahkan bisa terurai hanya dalam waktu 6 bulan jika syarat degradasi alamiahnya terpenuhi.
Sri mengungkapkan mayoritas perusahaan ritel besar di Indonesia juga telah menggunakan plastik ramah lingkungan di antaranya Indomaret, Alfamart, Hero, Giant, Superindo, Kemchick, Lawson, Gramedia, Tip Top, dan Zara Indonesia.
Adapun kota yang saat ini dinilai berhasil mengatasi problem sampah adalah Bandung.
Selama ini, sebagai kota besar yang terus berkembang, Bandung sudah lama menghadapi persoalan sampah yang serius.
Pertambahan sampah yang terus meningkat mau tak mau menuntut berbagai pihak untuk peduli serta memiliki kemampuan mengelola sampah dengan benar.
"Keseriusan pemerintah kota Bandung terlihat dengan dikeluarkannya Perda No. 17 tahun 2012 terkait dengan pelarangan pemakaian kantong plastik selain kantong plastik ramah lingkungan," kata Sri.