Bisnis.com, JAKARTA--Tiga tahun lalu saat saya masih duduk di bangku kuliah saya sering mengantarkan keponakan saya ke play group dan Taman Kanak-Kanak (TK) Khalifah di Laweyan, Solo. Seringkali saya melihat aktivitasnya bersama para ustadzah (guru) di ruang kelas. Saya melihat Azza bernyanyi sambil tepuk tangan, menonton film Madagascar dan Ice Age, membaca, berhitung, mewarnai dan membuat berbagai kerajinan dari kertas lipat, sedotan atau kain perca.
Maydina Nuruzzahra, keponakan saya, yang kerap dipanggil Azza kini menginjak usia 7 tahun dan sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas satu. Sejak usia 4 tahun dia telah terbiasa dengan suasana belajar di play group. Bukannya tanpa alasan, orang tua menyekolahkan di play group dan TK agar anak terampil dan cerdas untuk kesiapan masuk sekolah dasar.
Orang tua Azza memilih play group berbasis agama agar Azza tumbuh sebagai cendekiawan yang solehah, yang selalu berepegang teguh terhadap nilai-nilai agama. Bagaimana pengaruh pendidikan usia dini terhadap kesiapan anak menjajaki pendidikan formal?
Kepala Departemen Program Plan Indonesia Nono Sumarsono mengungkapkan sebuah studi bahwa anak-anak yang mengikuti program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) lebih siap menghadapi pendidikan di sekolah dasar.
PAUD memberi anak-anak kesempatan untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangan, baik motorik, sosial, bahasa dan kognitif sesuai umur anak.
Selain itu PAUD dilengkapi dengan para mentor atau guru sebagai pendamping harian anak-anak. Terdapat juga program bermain dan belajar baik dalam individu atau kelompok.
“Cara pendekatan PAUD seperti ini diyakini mampu merangsang seluruh potensi kecerdasan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, karena anak merasa aman dan menikmati kegiatan yang menyenangkan,” katanya.
Mira D. Amir, Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI) mengatakan, memasukan anak ke program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus direncanakan dari awal dan penuh pertimbangan.
“Jangan paksa anak ketika mereka belum siap masuk arena balap,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Orang tua harus senantiasa memantau tumbuh kembang anak. Mereka harus mampu melihat kesiapan anak. Terkadang anak bawah lima tahun masih ingin santai di rumah, ngedot, melakukan hal yang mereka senangi tanpa ada aturan-aturan yang mengekang.
“Program PAUD dapat diikuti anak ketika usianya menginjak 3 tahun, jika di bawah itu lebih baik orang tua sendiri yang menghandle,” imbuhnya.
Ketika anak sudah diikutkan pada program PAUD, katanya, orang tua masih harus berperan dalam mengawasi anak. Ketika anak enggan dan malas dalam mengerjakan pekerjaan rumah, menangis ketika berangkat ke play group dan tidak antusias membicarakan apa yang dikerjakan dengan teman dan gurunya, itu artinya si anak tidak nyaman.
Hal yang harus diperhatikan adalah jam tayang anak sekolah. Untuk program PAUD sebenarnya 2 jam saja cukup untuk anak, bukan 8 jam apalagi full day.
“Orang tua harus memperhatikan betul, mau memasukkan anak ke program PAUD atau ke penitipan anak. Kedua hal tersebut merupakan alur yang sangat berbeda,” ujarnya.
Jika usia anak sudah tepat untulk mengikuti PAUD dan tidak ada hal-hal yang melanggar hak anak, PAUD akan menjadi hal yang menguntungkan bagi si anak dalam mempersiapkan pendidikan ke sekolah formal.
Menurut Mira, dilihat dari sisi psikologis, PAUD dapat meningkatkan percaya diri anak, mengajarkan mandiri, berani bersosialisasi, mematuhi peraturan dan menjawab pertanyaan.