Bisnis.com, BANGKOK – Komisi Pemilihan Umum Thailand mendesak pemerintah untuk menunda pemilihan umum pada Februari 2014 seiring dengan meningkatnya aksi kekerasan di Negeri Gajah Putih itu.
Keputusan tersebut diambil akibat aksi unjuk rasa yang menyerbu lokasi registrasi calon pendaftar sehingga memicu kerusuhan yang menewaskan 1 orang dan menyebabkan 96 orang lainnya luka-luka.
“Jika pemilu tetap diadakan sesuai dengan rencana, kami khawatir pemilu dapat memicu aksi kekerasan yang lebih masif dan menyebabkan pertumpahan darah,” ungkap Ketua Komisi Pemilihan Umum Supachai Somcharoen di Bangkok, Kamis (26/12/2013).
Pengumuman tersebut diprediksi meningkatkan aksi kekerasan guna menghentikan Pemilihan Umum pada 2 Februari 2014, sehingga dewan yang ditunjuk dapat menyusun ulang aturan untuk mencegah keluarga Perdana Menteri Yingluck Shinawatra untuk kembali memimpin Thailand.
Sekutu kakak Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, Thaksin Shinawatra telah memimpin Thailand selama 5 pemilu terakhir, memicu protes dari lawan yang dipimpin oleh mantan anggota parlemen Suthep Thaugsuban yang menuding Thaksin sebagai ancaman bagi monarki Thailand.
Mata uang baht bahkan sempat terjun bebas selama 8 hari hingga hari ini, menyentuh level terendah sepanjang 3 tahun terakhir. Tidak hanya itu, indeks acuan (SET) saham ditutup pada level terendah dalam 4 bulan di tengah ketidakstabilan politik yang ada.
Situasi ketidakstabilan politik juga memicu kepanikan akan kondisi fiskal negeri Gajah Putih ini sehingga dapat menunda pengeluaran pemerintah dan mencederai industry pariwisata Thailand.
“Pemerintah saat ini ditekan oleh pengunjuk rasa dan di satu sisi didesak oleh Komisi Pemilihan Umum terkait dengan penundaan waktu pemilu. Kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan bagi masa depan demokrasi Thailand ,”kata aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Sunai Phasuk.