Bisnis.com, NUSA DUA - Negosiasi dalam Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM WTO) ke-9 yang diharapkan menghasilkan Paket Bali masih berlangsung alot, karena belum adanya kesepakatan khususnya antara India dengan Amerika Serikat dan negara maju terkait Paket Agriculture atau Pertanian.
"Ada beberapa negara yang belum sepakat, seperti India dan Afrika Selatan," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, di Nusa Dua, Bali, Kamis (5/12).
Menurut Gita, saat ini sikap India masih belum melunak terkait dengan salah satu poin yang terdapat dalam Paket Pertanian, yakni terkait dengan solusi interim stok ketahanan pangan dan juga penggunaan harga referensi tahun 1986-1988.
Gita menjelaskan, meskipun hingga Rabu malam (4/12) mayoritas negara-negara anggota WTO mendukung untuk dibuahkannya Paket Bali, namun India masih bertahan dengan prinsip ketahanan pangan dan menginginkan adanya solusi permanen terkait hal itu.
"Saya telah melakukan pembicaraan dengan Dirjen WTO, Amerika Serikat, India dan juga Uni Eropa untuk mencari solusi," katanya.
Gita mengakui bahwa tidak ada pendekatan khusus yang dipersiapkan melainkan hanya murni menjembatani kepentingan antara negara maju dan berkembang tersebut.
"Tapi semuanya menyampaikan bahwa ingin keluar dari Bali dengan Paket Bali," ujar Gita.
Penyelesaian perundingan untuk menghasilkan Paket Bali masih bertahan dan belum menyetujui penerapan solusi interim stok ketahanan pangan.
Dalam negosiasi terkait dengan solusi interim tersebut, negara maju sesungguhnya telah menyetujui usulan negara berkembang untuk memberikan subsidi lebih dari 10 persen dari output nasional, namun juga memberikan jangka waktu terhadap pemberian subsidi tersebut.
Jangka waktu yang diberikan selama 4 tahun tersebut tidak diterima oleh India yang menginginkan adanya solusi permanen dan juga adanya penyesuaian harga yang lebih baru dan tidak lagi menggunakan referensi harga dari 1986-1988.
"Kalau saya melihat seluruh pihak optimis untuk bisa mendapatkan solusi permanen dalam waktu 4 tahun, namun India merasa harus ada jaminan langkah apa yang harus diambil jika setelah 4 tahun tidak ada keputusan permanen tersebut," katanya.
Sebelumnya, pada Rabu (4/12), Menteri Perdagangan dan Perindustrian India, Anand Sharma menegaskan bahwa negeri dengan penduduk kurang lebih 1,2 miliar jiwa itu tidak akan merubah sikap terkait dengan solusi interim stok ketahanan pangan.
"India tidak akan ada negosiasi atau kompromi terkait ketahanan pangan, publik butuh keamanan pasokan cadangan pangan dan aturan WTO harus dikoreksi," kata Sharma, dalam Plenary Session Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization ke-9, di Nusa Dua, Bali.
Sharma mengatakan, dikarenakan publik memerlukan keamanan terkait pasokan cadangan pangan tersebut, pihaknya menilai harus dirumuskan solusi permanen, bukan yang sementara saja. Saat ini, posisi India masih bertahan dan belum menyetujui terkait dengan penerapan solusi interim stok ketahanan pangan.
Dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-9 tersebut, Indonesia mengharapkan Paket Bali dapat disepakati, dalam paket tersebut berisikan "Trade Facilitation, Agriculture and LDCs".
KTM WTO 2013, India Ngotot, Paket Bali Alot
Negosiasi dalam Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM WTO) ke-9 yang diharapkan menghasilkan Paket Bali masih berlangsung alot karena belum adanya kesepakatan khususnya antara India dengan Amerika Serikat dan negara maju terkait Paket Agriculture atau Pertanian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
12 menit yang lalu
Serangan Balik Koalisi Pendukung Prabowo usai PDIP Kritik PPN 12%
17 menit yang lalu
Menteri Hukum: Pemerintah Sahkan PMI di Bawah Kepemimpinan JK
20 menit yang lalu
Trump Berupaya Pertahankan TikTok dari Pemblokiran di AS
30 menit yang lalu
Cara Daftar Barcode Pertamina untuk Beli Pertalite dan Bio Solar
56 menit yang lalu