Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dan Australia akan sama-sama dirugikan jika kasus penyadapan kemjudian berdampak terhadap eksalasi ketegangan hubungan diplomat, yang menjurus ke pemutusan kerja sama bilateral kedua negara.
Peneliti di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) M. Haripin menyatakan bahwa Indonesia dan Australia akan mengalami kerugian apabila terjadi pemutusan hubungan dan kerjasama secara menyeluruh.
Menurutnya, kedua negara tidak siap menghadapi pemutusan hubungan, kalaupun pemerintah Indonesia bereaksi keras dan memutuskan hubungan kedua negara, maka hal tersebut akan menjadi sejarah baru. Namun, dia menegaskan bahwa sangat kecil kemungkinannya bagi pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan kedua negara secara menyeluruh.
“Pemutusan hubungan secara menyeluruh tidak hanya merugikan salah satu pihak saja, melainkan kedua negara akan sama-sama merasa dirugikan, karena masing-masing memiliki kepentingan dan ketergantungan,” ujarnya kepada Bisnis Jumat (22/11/2013).
Indonesia misalnya, akan dirugikan dengan permasalahan terkait kerjasama pada berbagai sektor seperti ekspor dan impor, investasi, pendidikan, dan tenaga kerja.
“Australia telah memberikan banyak bantuan pendidikan. Selain itu, Australia juga banyak berinvestasi pada berbagai bidang, terutama agribisnis.”
Sementara itu, Australia juga akan mengalami kerugian terutama terkait kebijakan pencari suaka (asylum seeker) yang melewati wilayah Indonesia.
Sebelumnya, pemerintah Australia juga menyatakan akan mengembalikan manusia perahu yang mencari suaka kembali ke Indonesia. Asutralia juga menganggap Indonesia sebagai strategic partner dan negara yang sangat penting secara geopolitik dalam konteks Asia Pasifik.
Selain itu, Indonesia dan Australia sudah banyak membuat konsep kerjasama, terutama memasuki ASEAN Community atau Komunitas ASEAN pada tahun 2015 mendatang. “Kalau Indonesia dan Australia sampai putus hubungan, maka akan turut mempengaruhi postur ASEAN,” jelasnya.
Dalam menilai kebijakan Pemerintah Indonesia yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Menlu untuk memanggil pulang Duta Besar (Dubes) RI di Australia Nadjib Riphat Kesoema dinilainya sebagai langkah yang tepat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia sangat serius dalam menyikapi aksi penyadapan Badan Intelejen Australia, dan menginginkan penjelasan dari Pemerintah Australia yaitu Perdana Meteri Tony Abbott mengenai alasan melakukan penyadapan.
Dia memaparkan, sikap Presiden dan Menlu dalam berpolitik luar negeri ini sudah cukup profesional. “Mengecam aksi penyadapan dan memanggil pulang Dubes RI di Australia sebagai bentuk gertakan dan peringatan keras kepada Pemerintah Australia, demi menjaga hubungan baik kedua negara, maka sebaiknya pemerintah Australia yaitu PM Tony Abbott segera memberikan penjelasan kepada Pemerintah Indonesia.”