Bisnis.com, JAKARTA—Jarang muncul dalam pemberitaan media massa, tapi sekali tampil dia selalu membikin berita. Itulah pengacara senior Adnan Buyung Nasution.
Tokoh hukum berambut perak ini Senin (11/11/2013), tiba-tiba muncul di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada apa gerangan?
"Saya datang menyampaikan surat protes keras kepada pimpinan KPK karena sikap dan tindakan mereka yang tidak berperikemanusiaan,” ujarnya saat dikerumuni wartawan.
Usut-punya usut, pengacara senior yang akrab dipanggil Bang Buyung ini ternyata sedang marah kepada pimpinan KPK.
Pasalnya, klien si Abang, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan tak diizinkan melayat kakak iparnya Hikmat Tomet suami Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang meninggal dunia Sabtu (9/11/2013) sore.
“KPK telah sewenang-wenang dan terkesan menunjukkan keangkuhan kekuasaan, the arogan of power," tegasnya seperti dikutip Antara.
KPK memang tak mengizinkan tersangka kasup suap sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Lebak itu melayat kakak iparnya yang dikebumikan Minggu (10/11/2013) siang, meskipun ada permintaan dari keluarga.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, setelah kepala rumah tahanan KPK berkoordinasi dengan tim penyidik, Wawan tak diizinkan melayat karena alasan keamanan dalam kaitan proses penanganan kasus.
"Alasan kedua, karena yang meninggal adalah kakak ipar, bukan kakak kandung atau saudara kandung," tuturnya (Bisnis. com. 10 Nov. 2013)
Wawan mendekam di rumah tahanan KPK pascapenangkapan dirinya pada 3 Oktober dini hari karena dugaan pemberian suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar dalam sengketa Pilkada Lebak.
Menurut Buyung, keluarga besar Ratu Atut sebenanrnya sangat mengharapkan Wawan bisa hadir di rumah duka untuk ikut shalat jenazah dan mengantarkan almarhum ke pemakaman.
“Paling tidak ikut shalat jenazah lah, kalau tidak bisa mengantar jenazah untuk berdoa bersama keluarga. [Larangan] Itu kan nggak pantas dari segi kemanusiaan," tuturnya..
Buyung dengan nada emosional mempertanyakan hati nurani para pimpinan KPK yang disebutnya sebagai peringatan bagi lembaga itu karena telah menginjak-injak keadilan.
"Saya tidak mengerti di mana hati nurani mereka. Saya ini 50 tahun di dunia hukum, berpuluh tahun di kejaksaan tidak pernah berurusan begini, selalu menghormati HAM,” tegasnya.
Pengacara yang selaku berada di baris terdepan dalam berbagai pergerakan demokrasi dan hukum ini menceritakan bahwa dirinya merupakan salah satu konseptor berdirinya KPK dan ikut membuat undang-undang KPK.
“Tapi kalau begini, saya khawatir yang teraniaya adalah masyarakat. Bukan hanya klien saya, tapi juga orang lain," tegasnya.
PRAPERADILANKAN KPK
Pada kesempatan itu, Buyung juga menyiapkan berkas untuk mengajukan proses praperadilan terhadap KPK terkait proses penggeledahan dan penyitaan dokumen yang dilakukan di rumah dan kantor Wawan.
"Yang penyitaan akan kita bawa ke pengadilan karena ini sudah melewati batas. Nanti waktunya lagi disiapkan," paparnya.
Dia menilai KPK telah menyalahi prosedur karena menyita dokumen-dokumen pribadi Wawan yang tidak sesuai dengan kasus yang disangkakan yaitu dugaan penyuapan. Selain itu, lanjutnya, penyitaan dokumen Wawan dilakukan tanpa disaksikan kuasa hukum tersangka.
Suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rahmi Diany itu, diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut Buyung, seharusnya KPK memproses sangkaan yang dimaksudkan kepada Wawan. Sebab, saat ini tidak jelas apa yang dituduhkan kepada Wawan.
“Sebenarnya tidak boleh jika tuduhan pokoknya adalah penyuapan, dicari-cari kesalahan yang lain. Ini semua dokumen dirampas baru dicari apa kesalahan yang lain. Tidak boleh begitu. Ini negara hukum, bukan negara kekuasaan," tegas pengacara yang dikenal sangat selektif dalam membela klien.