Bisnis.com, BANDUNG - Petani kakao di Jawa Barat mengeluhkan penurunan produksi akibat mereka sulit untuk memperoleh bibit unggul serta rendahnya kemampuan teknik perawatan.
Wakil Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jabar Warino Ma'ruf Abdulloh mengatakan kualitas biji kakao menjadi berkurang. Apalagi, kondisi anomali cuaca membuat produksi semakin turun.
"Curah hujan yang tinggi terkadang menjadi awal munculnya penyakit yang menyerang tanaman kakao sehingga produksi menurun," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/11/2013).
APKAI mengungkapkan produksi normal kakao di Jabar mencapai 12 ton per bulan, tetapi terus berkurang. Namun, pihaknya belum memiliki data penurunan tersebut.
"Mayoritas petani tidak menggunakan benih unggul untuk tanaman kakao mereka sehingga tanaman cenderung cepat rusak. Perawatan juga belum sesuai petunjuk teknis dan kebanyakan masih asal-asalan," ujarnya.
Selain itu, pascapanen para petani belum banyak yang melakukan fermentasi, karena selisih harga dengan non-fermentasi tidak jauh berbeda.
Pemasaran kakao juga mayoritas masih mengandalkan pasar lokal karena tata niaganya belum siap untuk merambah pasar ekspor.
APKAI mendorong pemerintah untuk memperluas tanaman kakao di beberapa wilayah di Pangandaran antara lain di Kecamatan Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cimerak, dan Cigugur yang memiliki potensi ribuan hektare.
Sementara itu, Direktur Agrobisnis CV Fortuna Agro Mandiri Iyus Supriatna mengungkapkan tren penurunan produksi kakao di Jabar sudah terjadi sejak 2010 akibat cuaca ekstrem.
Iyus menjelaskan cuaca sangat mempengaruhi bunga yang dari tanaman kakao, yang dalam kondisi normal pada satu pohon bisa mengeluarkan 10.000 bunga.
Namun, dalam kondisi cuaca ekstrem jumlahnya berkurang dan pertumbuhan buah lebih kecil yang hanya menghasilkan 50 biji hingga 100 biji kakao, dengan rasio 12 buah kakao bisa menghasilkan 1 kilogram kakao kering. (k29/k32)