Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dewan Pers Desak tak Perlu Pembatasan Liputan di Papua

Dewan Pers bersama Yayasan Pantau dan wartawan Papua mendesak pemerintah untuk memberikan perlakukan yang sama pada wartawan yang hendak meliput Papua, sama seperti meliput di provinsi lain.
JIBI
JIBI

 Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah Indonesia telah melakukan pembatasan kepada wartawan yang hendak melakukan liputan di Papua. Pembatasan itu telah terjadi sejak 50 tahun silam.

Dewan Pers bersama Yayasan Pantau dan wartawan Papua mendesak  pemerintah untuk memberikan perlakukan yang sama pada wartawan yang hendak meliput Papua, sama seperti meliput di provinsi lain.

Anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo akan menyurati Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menpolhukam) agar wartawan mendapat perlakuan yang sama saat meliput Papua.

Dua bulan lalu, Dewan Pers telah menerima pengaduan dari wartawan asal Sorong terkait ketertutupan informasi di Papua. Yosep mengatakan ketertutupan terjadi karena ada pemberitahuan dari intelijen.

“Kami ingin meminta audiensi kepada Menpolhukam, TNI, BIS (Badan Intelijen Strategis), BIN Kapolri, dan Kementerian Luar Negeri,” ungkapnya usai audiensi dengan Yayasan Pantau, Rabu (16/10/2013).

Berdasarkan buku yang ditulis oleh John Saltford pembatasaan ke provinsi paling Timur ini telah ada sejak 1963.  Orang asing diharuskan memegang surat izin khusus untuk datang ke Papua.  Surat izin macam ini secara rutin kerap diproses lambat di Jakarta bahkan ditolak, upaya menghambat wartawan internasional dan organisasi masyarakat sipil.

Yosep menegaskan pemerintah harus lebih maju berfikir, membuka ruang kebebasan reformasi, ternasuk pada Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999.

Perwakilan Yayasan Pantau Andreas Harsono mengatakan pemerintah tak boleh membiarkan Papua tertutup dari informasi. “Padahal Gubernur Papua telah mempersilahkan wartawan asing untuk berkunjung ke Papua. Hal itu sudah tepat karena kebenaran harus diberitakan. Dan wartawan harus mendapatkan perlakuan yang sama meliput provinsi lain sama seperti Papua,” tegasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper