Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lukisan Perlawanan A la Walhi

Bisnis.com, JAKARTA - Kamis siang, 10 Oktober 2013. Saya berangkat dari Karet Tengsin, Jakarta Pusat menuju kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jl. Tegal Parang Utara 14 Jakarta Selatan. Ada sebuah pameran lukisan tunggal tentang lingkungan karya

Bisnis.com, JAKARTA - Kamis siang, 10 Oktober 2013. Saya berangkat dari Karet Tengsin, Jakarta Pusat menuju kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jl. Tegal Parang Utara 14 Jakarta Selatan. Ada sebuah pameran lukisan tunggal tentang lingkungan karya Andreas Iswinarto seorang aktivis dan juga seniman.

Dia pandai melukis dan menulis. Dia juga memiliki Galery Rupa Lentera Di Atas Bukit, tempat dia berekspresi menghasilkan karya.Hawa Jakarta seperti biasa, panas dan menyengat. Macet bukan lagi pemandangan aneh yang saya alami. Kondisi ini saya rasakan hampir setiap hari. Saya berhati-hati menjalankan sepeda motor. Tak lebih di atas kecepatan 40 kilometer per jam.

Perjalanan sengaja saya buat pelan.Tak sampai satu jam saya sudah berada di galeri Walhi. Tiga orang aktivis Walhi tengah berbincang di teras depan sambil mengepulkan asap rokok ke udara. Mereka memilih merokok di luar karena ruangan Walhi memliki aturan larangan merokok di dalam kantor. Saya meminta izin mereka masuk melihat lukisan. Silahkan, masuk saja, kata salah satu dari mereka.

Lukisan yang dipamerkan sangat bergizi. Masing-masing lukisan menyampaikan pesan kuat. Karya Andreas, yang saya tangkap, sangat konsisten memberikan nilai-nilai untuk kehidupan dan lingkungan yang lebih baik.Saya mengamati satu per satu lukisan yang terpajang. Benar saja, saya mendapati suasana berbeda ketika mencermati sejumlah lukisan itu dari dekat. Ada semangat yang berkobar dari lukisan yang dibuat Andreas.Seorang pria berambut panjang tiba-tiba menghampiri. Dia mengenalkan diri dan menjabat tangan saya.

"Tumpak," katanya. Belakangan saya mengenal dia dengan nama lengkap Tumpak Winmark Hutabarat. Pria kelahiran Medan, Sumatra Utara. Dia menjabat sebagai Media & Public Relation Walhi. Mas Andreasnya belum bisa datang ke sini. Dia sedang diserang demam berdarah, tambahnya ketika saya tanyakan Andreas.Pameran lukisan tunggal Andreas Iswinarto berjudul Bumi untuk Generasi Jingga digelar pada 4-17 Oktober 2013.

Pameran ini merupakan salah satu rangkaian acara hari jadi ke-33 Walhi. Selain itu, ada juga workshop komik dan berbagai acara lainnya.Pada pameran ini, Anderas, yang juga aktif di Walhi mencoba terlibat meramaikan acara. Terlebih, Walhi punya galeri yang biasa digunakan untuk menggelar pameran lukisan. "Kita manfaatkan fasilitas yang Walhi punya," kata Tumpak.

Galeri Walhi memiliki luas 10 x 4 meter persegi. Lukisan yang terpajang disimpan di beberapa titik. Di ruang tengah dan di galeri itu sendiri. Beberapa lukisan disimpan di ruang tengah lantaran tidak mampu menampung sebanyak 31 lukisan. Lukisan terdiri dari sembilan medium kanvas dan 23 medium kertas A3.Salah satu lukisan berjudul Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana menyedot perhatian saya.

Lukisan ini tampak tidak asing di telinga. Benar saja, judul tersebut diambil dari salah satu puisi karya penyair Sapardi Djoko Damono, berjudul Aku Ingin.Lukisan Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana dibuat diatas kertas A3 dengan goresan campuran cat acrylic, cat tembok dan tinta Cina. Andreas menggambarkan sebuah bulatan berwarna merah yang disimbolkan sebagai matahari yang dikelilingi awan putih.

Dia juga membubuhkan arsiran putih yang disimbolkan rumput di bawah matahari tersebut. Adapun sisa dari kertas A3 dibiarkan berwaran hitam. Sehingga lukisan fokus pada matahari, awan dan rumput putih tersebut. Lukisan ini sudah ada yang memesan, ujar Tumpak. Dan akan dilepas jika proses lelang sudah ditutup.Dihubungi terpisah, Andreas Iswinarto mengatakan seluruh lukisan yang dipamerkan bercerita tentang persoalan krisis lingkungan. Bukan hanya itu saja, dia juga menyoroti krisis kemanusiaan yang sudah tidak peduli lagi dengan kehidupan yang dimiliki.Andreas menjelaskan lukisan tersebut memang terinspirasi dari puisi Sapardi Djoko Damono.

Dia mengaku jatuh cinta dengan salah satu larik tersebut. Ada pesan yang menyentuh dalam puisi itu, katanya.Keberhasilan Andreas dalam menafsirkan puisi ke dalam lukisan memang menjadi cara lain untuk merubah paradigma berpikir seseorang. Cinta yang sederhana, lanjutnya, dalam artian mencintai, memelihara dan memberikan kasih sayang terhadap anak atau generasi penerus.Cara lain untuk memberikan kehidupan yang bermanfaat terhadap generasi mendatang bisa diperoleh dengan sangat sederhana.

Yakni, menyelamatkan lingkungan. Matahari dalam lukisan itu sendiri menandakan sebuah kehidupan bagi semua mahluk hidup, kata Andreas.Lukisan lain berjudul Menanam Benih adalah Perlawanan. Dibuat pada 2012 di atas kanvas 120 x 90 cm dengan cat acrylic. Andreas secara eksplisit menggoreskan kuasnya dengan maksud melawan fenomena yang terjadi pada masa kini.Menurutnya, saat ini marak penebangan hutan dan pepohonan di sejumlah kawasan di Indonesia.

Dia ingin menyampaikan sebuah gagasan cerdas yang memiliki pesan kuat. Lukisan ini menggambarkan dua pemandangan dalam satu kanvas yang berbeda.Arsiran acak pada bagian kanan kanvas bercerita tentang kondisi hutan yang rusak. Sementara bagian kanvas sebelah kiri, menggambarkan benih-benih pohon tumbuh berjejer sebagai aksi perlawanan itu sendiri. Semua lukisan yang saya buat adalah harapan, katanya.Andreas juga menyoroti isu-isu lingkungan urban kota Jakarta. Lukisan berjudul Tanam Emas Hijau, Bukan Emas Kuning, dibuat di atas kertas A3 dengan cat acrylic dan cat tembok. Lukisan itu cukup menggelitik.

Simbol emas yang tertera pada Monumen Nasional (Monas) sengaja diganti dengan warna hijau.Dia menafsirkan kondisi Jakarta yang sudah jarang ditemukan pepohonan harus segera dilawan dengan gerakan hijau. Meskipun digambar secara abstrak, Andreas berhasil memberikan pesan secara tegas.Dalam lukisan tersebut, lagi-lagi dia tidak pernah absen membubuhkan bulatan merah yang disimbolkan sebagai matahari tepat di atas Monas. Dua bocah kecil yang berdiri memegang benih pohon di samping gambar Monas tersebut menjadi penanda.Ini yang menjadi sudut pandang saya dalam menyampaikan pesan dalam lukisan, katanya. Generasi penerus, anak dan cucu kita harus diselamatkan dari sekarang.

Mereka butuh lingkungan hijau dan asri.Tema pameran Bumi untuk Generasi Jingga memiliki dua makna. Pertama, kata Jingga merupakan nama seorang anak dari kawan Andreas yang sama-sama aktivisAlien dan Ade. Tema dipilih sebagai representasi generasi Jingga yang butuh lingkungan sehat ketika dia beranjak dewasa. Kedua, Jingga dalam artian secara filosofis yaitu menyambut sebuah masa.Intinya saya ingin membawa pesan bahwa kita memikul tanggung jawab lintas generasi untuk lingkungan dan kehidupan yang baik, katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Khoer
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper