Bisnis.com, NUSA DUA – Bank Dunia menyarankan beberapa langkah yang harus dilakukan negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik untuk menghadapi pengurangan stimulus moneter oleh bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve.
Direktur Pelaksana Bank Dunia (World Bank) Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara yang telah pulih dari krisis perlu menyesuaikan kebijakan makroekonominya untuk mengelola inflasi, penggelembungan harga aset (asset-price bubbles), dan transaksi berjalan.
Negara-negara yang kebanyakan rentan goyah akibat aliran modal global itu seharusnya terus memperkuat neraca keuangan dengan mengurangi ketergantungan pada utang berdenominasi valuta asing dan jangka pendek.
“Upaya signifikan di seluruh kawasan untuk membangun obligasi berdenominasi mata uang lokal adalah bukti jelas bahwa pembuat kebijakan telah memahami dan merespons kebutuhan ini,” katanya di sela APEC Finance Ministers Meeting, Jumat (20/9/2013).
Sri Mulyani menuturkan pengurangan pembelian obligasi oleh AS boleh jadi akan menaikkan suku bunga acuan yang akhirnya mengerek suku bunga kredit dan biaya produksi.
Namun, mantan Menteri Keuangan RI 2005-2010 ini melihat penarikan kebijakan pelonggaran kuantitatif tersebut merupakan sinyal positif pemulihan ekonomi di Negeri Paman Sam.
Nilai tukar mata uang yang melemah di negara berkembang pun dapat mendorong ekspor dari waktu ke waktu.
Kendati demikian, dia menilai penundaan pengurangan stimulus moneter yang dilakukan The Federal Reserve, memberi sedikit ruang untuk bernafas.