Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Era Soeharto Lebih Aman?

Bisnis.com, JAKARTA—Prapancha Research (PR) menemukan masyarakat semakin merasa resah dan tidak aman seiring dengan meningkatnya perbincangan seputar keamanan dari waktu ke waktu. Mereka menganggap zaman Orde Baru pimpinan Soeharto lebih aman.

Bisnis.com, JAKARTA—Prapancha Research (PR) menemukan masyarakat semakin merasa resah dan tidak aman seiring dengan meningkatnya perbincangan seputar keamanan dari waktu ke waktu. Mereka menganggap zaman Orde Baru pimpinan Soeharto lebih aman.

Temuan tersebut berdasarkan pantauan yang dilakukan antara 25 Agustus 2011 hingga 25 Agustus 2013 dari jejaring sosial Twitter.

Peneliti PR Adi Ahdiat menilai masyarakat kini memiliki kecenderungan untuk mengatakan situasi dan kondisi kini semakin hari semakin tidak aman.

“Namun lebih sering kita tidak punya landasan untuk mengatakan itu selain perasaan kita sendiri,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, (27/8/2013).

Dia mencontohkan, orang-orang cenderung menganggap Orde Baru jauh lebih aman dari sekarang ini karena masalah premanisme yang semakin marak.

Padahal, lanjutnya, premanisme juga tetap berkembang pada masa itu dalam kenyataannya.

Rezim otoriter pun gencar mengaitkan pemerintahannya dengan keamanan dan stabilitas sehingga tidak heran jika kesan ini masih mudah teringat hingga sekarang.

Namun, berdasarkan penelitian PR, pembicaraan dengan kata kunci “rasa aman”, “tak aman”, “nggak aman” dalam dua tahun terakhir terus meningkat.

Pada pantauan setahun pertama, yani 25 Agustus 2011-25 Agustus 2012, rata-rata pembicaraan topik keamanan mencapai 204 perbincangan per hari.

Pada tahun kedua, 25 Agustus 2012-25 Agustus 2013, perbincangan mencapai rata-rata meningkat menjadi 523 per hari.

Kondisi ini cukup signifikan karena meningkat lebih dari dua kali lipat sehingga dapat melandasi dugaan bahwa masyarakat memang merasa semakin tidak aman.

“Meski ada saja kemungkinan analisis lain, tetapi dengan ramainya berita penembakan, kerusuhan penjara, serta kejahatan lain yang belakangan membombardir publik tak heran bila kecemasan publik terhadap keamanan juga meningkat,” tegasnya.

Meningkatnya perbincangan rasa tidak aman juga diiringi dengan menanjaknya kejahatan.

Pada tahun pertama jumlah tercetusnya kata kejahatan mencapai rata-rata 663 kali per hari, sedangkan pada tahun kedua meningkat relatif tajam hingga mencapai rata-rata 1.924 kali per hari.

Adi berpendapat bahwa ada tiga hal yang bisa mendorong peningkatan rasa tidak aman.

Pertama, meningkatnya kriminalitas atau gangguan keamanan secara nyata. Kedua, meningkatnya jumlah pemberitaan kejahatan akhir-akhir ini.

Ketiga, bukan mustahil pula karena semakin dekatnya tahun politik. Adalah hal yang wajar untuk merasakan ketidakpastian menjelang pemilihan umum.

Adi menambahkan, aparatur negara wajib menjamin rasa aman warganya. Negara perlu mendorong penyelesaian kasus-kasus kejahatan besar yang meresahkan khalayak luas.

“Pada saat yang sama, negara pun mesti memastikan aparatur keamanan di lapangan melayani warga dan bukannya menambah keresahannya,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Winda Rahmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper