Bisnis.com, JAKARTA--Pengusaha tambang batu bara Australia mendongkrak produksi saat nilai mata uang Australia tengah jatuh, meskipun pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap di negara itu melimpah.
Harga batu bara menukik tajam sebesar 16% hingga pertengahan tahun ini menjadi US$76,10 metric ton. Harga ini sangat rendah sejak tren penurunan harga batu bara terjadi pada 2009.
Namun, harga batu bara hanya berpengaruh 5% pada dolar Australia. Oleh karena itu, penambahan produksi menjadi 'cara untuk survival' bagi penambang batu bara Australia.
Daniel Hynes, kepala bagian komoditas strategi di CIMB Sydney mengatakan penurunan ini mengurangi biaya bahkan dapat mengurangi penurunan produksi seperti yang seharusnya diinginkan pasar.
"Penurunan nilai mata uang dolar Australia sepertinya akan menjadi efek negatif untuk harga batu bara," ujarnya seperti yang dikutip dari Bloomberg, Sabtu (24/8/2013).
Dari peningkatan produksi tersebut, pengapalan batu bara Australia telah naik 13,5% di banding semester yang sama tahun lalu menjadi 88,2 juta ton. Peningkatan ekspor tersebuy berdampak meningkatnya pasokan batu bara dunia sebesar 20 juta ton atau sebesar 2,5% dari penjualan dunia pada 2012.
Krisis pertambangan yang melanda Australia mengorbankan masyarakat di Negeri Kangguru itu kehilangan sekitar 8.000 pekerjaan. Usaha tambang Australia telah memotong 15% biaya pertambangan sejak 13 Agustus lalu. Pemerintah Australia setidaknya harus memotonh biaya produksi sebesar 20% pada 2017
"Penurunan biaya akan membantu mereka mengatasi harga batu bara yang rendah," ujar pengamat komoditas dari Australia dan New Zealand Banking Group Ltd, Mark Pervan. (ltc)