Bisnis.com, JAKARTA - Dugaan pembicaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disadap saat menghadiri Pertemuan Puncak G20 di London pada 2009, dimungkinkan terjadi karena adanya sinergi antarnegara persemakmuran.
"Kalau dilihat aktor politiknya, melibatkan Inggris dan Australia, juga AS, sangat mungkin memang ada kepentingan seperti itu," kata Mayjen TNI (purn) Glenny Kairupan, Selasa (30/7/2013).
Menurut mantan perwira Direktorat B Urusan Luar Negeri Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini, secara prinsip komunikasi melalui udara bisa disadap.
Pemerintah Indonesia, seperti disampaikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/7/2013), masih mengonfirmasi kabar yang menyebutkan jika telah dilakukan penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta rombongan saat menghadiri Pertemuan Puncak G20 di London, Inggris pada 2009.
"Dari pemberitaan itu, kita tidak sepenuhnya percaya. Itu pemberitaan sepihak, memerlukan juga klarifikasi dari pihak lain. Kita mencari informasi yang sebenarnya. Ini sedang dalam proses," kata Marciano Norman.
Berita penyadapan itu diketahui publik pada Juni ketika satu media Inggris merilis pernyataan mantan kontraktor badan intelijen AS yang saat ini menjadi buronan Washington, Edward Snowden, tentang kegiatan memata-matai yang dilakukan Inggris pada para delegasi Pertemuan Puncak G20 pada 2009.
Seorang sumber anonim yang dekat dengan Pemerintah Australia mengungkapkan bahwa pada April 2009, delegasi Australia mendapatkan dukungan informasi intelijen dari Inggris dan AS
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, dikabarkan mendapatkan manfaat dari laporan intelijen Pemerintah Inggris dan AS, tentang sejumlah pemimpin negara Asia, termasuk Presiden SBY, dalam pertemuan puncak G20 di London, Inggris pada 2009.
Menurut pemberitaan The Age, laporan itu kemudian digunakan Kevin Rudd untuk mendukung tujuan diplomatik Australia termasuk kampanye guna memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.
Glenny Kairupan yang pernah menjadi pengajar di Lemhannas itu mengemukakan bahwa saat ini era "perang teknologi", sehingga dalam konteks itu dibutuhkan kemampuan untuk melakukan pengamanan.
"Kita juga mesti mampu untuk melakukan 'jamming' dan mengganggu komunikasi pihak yang menyadap," katanya.
Sewaktu era pemerintahan Presiden Soeharto, katanya, pengamanan terkait pembicaraan rahasia dan penting seorang kepala negara dilakukan oleh BAIS.
"Namun, apakah peran itu masih ada, saya juga tidak mengetahui secara persis," kata Kairupan yang satu angkatan dengan SBY saat di Akmil pada 1973.
Dia mengakui bahwa London/Inggris terkenal dalam dunia sadap-menyadap dalam kaitan intelijen dan diplomatik, sehingga tidak mengherankan muncul peristiwa yang menimpa kepala negara Asia, termasuk SBY.
Mengenai bagaimana mengantisipasinya, ia mengemukakan pentingnya simpul-simpul pengamanan presiden meyakinkan bahwa pembicaraan melalui telepon hendaknya dilakukan hanya untuk yang disebutnya "janjian ketemu di suatu tempat".
"Jadi, pembicaraan telepon tidak pada konten atau substansi strategis, itu paling tidak upaya untuk menghindari substansi pembicaraan strategis disadap," katanya. (antara/yus)